Oleh: Bahren Nurdin
Apakah anda mengenal Pulau Pandan? Jika anda orang Jambi, dipastikan sudah akrab di telinga sebutan ini. Daerah yang terkenal dengan ‘pasar narkoba’ yang mungkin lebih popular dari Pasar Angso Duo. Secara geografis, tempat ini tidak begitu luas. Boleh dikatakan semacam ‘suburb’ yang berada di Kelurahan Legok, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi. Nama populernya adalah ‘KAMPUNG NARKOBA’.
DARI WAKTU KE WAKTU
Seperti apa Pulau Pandan dalam pusaran sejarah? Saya tampilkan saja beberapa data ilmiah dari sebuah penelitian yang berjudul ‘Kampung Pulau Pandan Dalam Kajian Sejarah Sosial 1980-2015’. Skripsi Ken Ayu Taradipha, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jambi (UNJA), 2017. Menarik untuk melihat kajian sejarah yang dilakukan. Saya kutifkan saja secara langsung beberapa poin penting dalam artikel singkat ini.
Nama Pulau Pandan didapat karena daerah ini dahulu banyak terdapat tanaman pandan (Pandanus Amaryllifolius) di sekitaran danau. Dahulu daerah ini sangat sepi, jauh dari hubungan lalu lintas serta jumlah penduduk yang masih sedikit.
Kampung Pulau Pandan dahulunya merupakan hutan belantara pada tahun 1980. Awalnya masyarakat pendatang dari Palembang bermukim di rumah rakit sepanjang sungai Batang Hari. Namun, Pada tahun 1990 terdapat himbauan dari Pemerintah Daerah agar rumah rakit di pinggiran sungai Batanghari untuk dibersihkan. Warga pendatang kemudian banyak yang pindah kedaratan dan membeli tanah orang Melayu asli.
Mulai tahun 2005 Pulau pandan dihadapkan oleh masalah kemiskinan yang menjadikan mereka memilih jalan pintas dengan menjadi bandar, pengedar, atau pemakai narkoba. Hal ini disebabkan rendahnya faktor pendidikan dan perekonomian di sana.
Pada Juli 2015 dilakukan penggerebekan yang paling besar dan di duga mampu meredam peredaran narkotika di Pulau Pandan hingga bersih dari narkoba.
Namun, pada tahun 2017 narkoba di Pulau Pandan kembali tumbuh subur.
BERSAMA ‘SERBU’ PUALU PANDAN
Bagaimana sekarang? Agaknya dalam kurun waktu tiga tahun terakhir belum banyak berubah. Berbagai usaha sudah dilakukan. Upaya yang paling kerap dilaksanakan adalah penggerebekan dan penangkapan sejumlah pelaku. Ratusan orang telah digiring ke penjara. Beberapa ‘toke’ nya pun sudah digelandang ke bui. Tapi, faktanya, daerah ini tetap saja menjadi ‘mall’-nya para penikmat barang haram tersebut.
Agaknya, kita semua sudah harus mulai bertanya, apa lagi yang dapat dilakukan?
Tidak bermaksud menafikan kerja keras kawan-kawan dari Polri dan BNN selama ini yang sudah bekerja maksimal melakukan penagakan hukum. Namun, tidak ada salahnya jika kita mulai berpikir lebih komprehenship dalam mencari solusi penyelesaian Pualau Pandan ini.
Saya ingin mengatakan, penegakan hukum dengan penggerebekan, penangkapan, bahkan penyerbuan sekalipun, hanyalah salah satu solusi. Catat, salah satu yang artinya masih ada solusi yang lain.
Kita semua faham bahwa persoalan narkoba bukan hanya urusan aparat keamaan seperti Polri dan BNN, tapi adalah masalah kita semua. Setiap hari korban berjatuhan. Setiap hari ribuan anak-anak negeri ini sakau dan kehilangan masa depan. Narkoba harus kita ‘keroyok’ jika tidak ingin suatu saat nanti mendatangi rumah kita. Ya, lambat atau cepat, jika kita selalu abai ia akan menjadikan anak-anak kita sendiri sebagai mangsa.
Maka dari itu, saya menggunakan kata ‘serbu’ pada judul di atas tidak berkonotasi pada penyerbuan aparat bersenjata, tapi semua orang mengambil perannya dalam menyelesaikan masalah ini.
Setiap orang sudah harus memengang ‘senjata’ masing-masing dan ikut ‘perang’. Seperti apa konsep yang ditawarkan? BERSAMBUNG.
Penulis: Barhen Nurdin, Akademisi UIN STS Jambi dan Penggiat anti narkoba P4GN BNN
Diskusi tentang inipost