AMPAR.ID – Sekitar pukul Sembilan pagi aku sudah bergegas menuju Bandara Sulthan Thaha Jambi. Menunaikan agenda tujuh hari di Kepulauan Riau. Perjalanan Jambi – Kepulauan Riau kunikmati dengan gembira. Maklum saja, aku sudah terbiasa wara wiri berpergian jauh.
Dari atas ketinggian terhempas alam hijau dari jendela pesawat, Khususnya Ketika memasuki daerah. Aku melalui ruang waktu dari ketinggian. Dari atas ketinggian itu aku menatap pondok-pondok ditengah alam hijau, bak pikir ku itu Istana petani untuk ia berteduh dari proses perubahan cuaca yang susah diterka terkadang ia menurunkan air kadang terik membakar kulit. Rasanya mereka mewariskan tanah yang diberikan oleh leluhurnya. Keseharian dilakukan dengan tekun bahkan ketika cerobong asap pabrik-pabrik itu adalah kompeni kapitalis.
Kita merasakan keprihatinan? Prihatin yang bagaimana? Singkat saja aku jelaskan. Karena topik pertama kita tadi bukan mengenai petani dan pabrik tadi.
Menjaga hamparan alam tidaklah mudah, mereka harus menjaganya dan merawatnya dari virus dan bakteri kerusakan manusia dengan membuat pestisida kebaikan dalam alam. Saudara kita yang dilihat dari ketinggian itu cocoknya kita sebut sebagai apa? Pahlawan kah? Pelayanan masyarakat kah? Atau mereka yang harus disejahterakan oleh negara? Semuanya benar, tetapi aku lebih suka menyebut mereka sebagai pahlawan peradaban negeri. Justru dari merekalah semua kebutuhan pokok bisa ada sehingga dari hasil itu melahirkan pemimpin hebat, sarjan, hingga professor sekalipun.
Sampai di Batam. Cukup lama aku terhela dibibir jalan. Barangkali sekitar satu jam an sejenak mengrenggangkan badan yang sudah kaku dari terhelanya perjalanan dan menunaikan kewajiban.
Selama perjalananku di Batam sedang ada perbaikan jalan dan pembangunan infrastruktur dengan rusaknya jalanan dan genangan air serta kabel-kabel dan pipa yang berserak dibibir jalan dengan dibersamai beberapa tukang.
ST 2023, Mencatat Pertanian Indonesia Untuk Masa Depan Bangsa
Ini adalah hal utama yang akan kita bahas . Ya, para tukang itu masih dengan usia belia muda. Mereka giat dengan asa bekerja kerasnya, dan terkadang mereka memperhatikan yang sedang melintas.
Aku tidak tau bagaimana dengan Pendidikan terakhir mereka apa. Dan juga aku takt ahu mereka berasal dari mana. Aku pun juga tidak tau mereka bekerja teruntuk dirinya sendiri atau menjadi tulang punggung keluarganya.
Tapi yang aku lihat dari ratapannya dan giatnya, Asal mereka dicicipi dengan Pendidikan secara gratis pastila mereka mengambil kesempatan tersebut dengan riang. Mereka tidak terlahir dengan ekonomi yang kuat tetapi aku yakin mereka punya punggung yang kuat untuk menopangnya. Mereka akan giat mereboisasi diri dengan Pendidikan dan rasa lelahnya, aku yakin mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut, bahkan absen lebih dari tiga kalipun tidak mungkin, yakinku. Tapi sayangnya negeri ini tak melirik hal tersebut, Jangankan melihat, melirik tanpa kesadaran akan pentingnya Pendidikan yang murah dan ramah dan tak berpenyakit terkadang bak urat nadi dan matahari. Jauh.
Para remaja tersebut memang tidak dapat gelar sarjana, Tapi bis akita beri gelar Sarjanan pahlawan peradaban negeri ini. Asal mereka dijamin kehidupannya, setidaknya gemelut pikirannya berkurang. Apa betul program pemerintah kita masih efektif?
ST 2023, Mencatat Pertanian Indonesia Untuk Masa Depan Bangsa
Kalau Kesehatan, ekonomi, dan Pendidikan saja negara tidak selesai menjamin? Lantas apa fungsinya pajak tahunan negeri ini?
Mereka yang menjadi petani dan buruh adalah pahlawan peradaban negeri ini, merekalah yang layak dengan sungguh dan harus di aamiinkan agar ia sejahtera. Bukannya malah penyejahteraan mereka yang duduk santai di Senayan.
(min/Min)
Diskusi tentang inipost