AMPAR.ID, JAMBI – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan peraturan Calon Wakil Presiden dengan syarat batas usia paling rendah 40 tahun atau pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan daerah menjadi polemik di masyarakat. Sesuai dengan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya telah diubah secara kontroversial lewat Putusan MK 90/PUU-XXI /2023.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah melakukan sidang gugatan terkait batas usia minimum capres-cawapres pada pekan lalu bertepatan dengan hari terakhir pengusulan bakal capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
Adapun materi gugatan adalah Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya telah diubah secara kontroversial lewat Putusan MK 90/PUU-XXI /2023 menjadi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah”.
Sementara, pada tanggal 9 November 2023, rapat pleno hakim Mahkamah Konstitusi telah memutuskan Suhartoyo sebagai ketua menggantikan Anwar Usman yang diberhentikan oleh Majelis Kehormatan MK.
Dalam hasil keputusan MKMK, eks Ketua MK Anwar Usman yang diberhentikan oleh Majelis Kehormatan karena telah terbukti melanggar etik berat berkaitan dengan Putusan MK 90/PUU-XXI /2023 sehingga dicopot dari jabatan ketua.
Banyak pandangan di masyarakat terkait hal tersebut, ada yang setuju dengan keputusan yang telah diputuskan oleh MK dan ada juga yang tidak menyetujui dikarenakan hal tersebut seakan dipaksa oleh elit politik.
Riki Tryananda selaku Masyarakat Muda Jambi berpandangan, perihal tersebut sudah menjadi hal biasa, namun persoalan tersebut menjadi polemik karena bertepatan dengan Pemilu Tahun 2024.
“Ini merupakan hal yang normal dan sudah terbiasa, setiap keputusan yang ditetapkan pasti ada pro dan kontra, sebagai warga negara yang baik, kita harus menerima keputusan yang telah diputuskan oleh eks Ketua MK, karena keputusan tersebut sudah final,” kata Riki Tryananda saat di konfirmasi, Rabu (15/11/2023).
Berbagai komentar di masyarakat menyebutkan, keputusan Mahkamah Konstitusi terkait minimal berusia 40 tahun tersebut terdengar keputusan yang dipaksakan oleh para elit-elit politik diduga untuk meloloskan salah satu cawapres yang ikut berkompetisi di Pemilu 2024 mendatang.
“Terkait persoalan tersebut, kita sebagai masyarakat harus berfikir dewasa dan berfikir secara ilmu politik, jika memang keputusan itu melanggar kode etik dan etika, sesuai yang sudah dilakukan oleh Mahkamah Kehormatan MK yang telah memutuskan atau memproses eks Ketua MK yang telah mencopot jabatannya, ini menurut saya sikap yang sudah tepat agar tidak ada lagi timbul pembicaraan pro dan kontra di masyarakat,” sebutnya.
Dijelaskan Riki, masyarakat harus memahami pokok persoalan yang terjadi, jangan sampai hal tersebut menyebabkan bangsa ini terpecah belah dan harus berpikir secara dewasa demi untuk kemajuan NKRI.
“Kita sukseskan pesta demokrasi yang ada, jangan sampai persoalan yang terjadi, dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa, gimana nanti kata negara tetangga kita, pada intinya siapapun Presiden dan wakil Presiden terpilih yang terpenting bisa memajukan negara dan mensejahterahkan masyarakat,” harapnya.
Tentunya, pasti para tiga Capres dan Cawapres yang akan berkompetisi sekarang ini, pasti mempunyai niat yang baik untuk negeri dan memiliki cita-cita untuk mewujudkan Indonesia lebih maju.
“Yah harapan saya siapa pun menang tetap kepentingan masyarakat yang diutamakan, jangan lagi kita membahas persoalan yang sudah terjadi, mari kita berpikir kedepan dan yang terpenting pemimimpin kita bisa menjalankan perintah konstitusi dan apa yang menjadi visi dan misi mereka itu sendiri,” ungkapnya. (*)
Diskusi tentang inipost