AMPAR.ID – Badan Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa wabah cacar monyet saat ini bukan lagi ulah monyet menyebarkan virus ke manusia, tapi virus menyebar antarmanusia.
“Yang perlu diketahui adalah penularan virus monkeypox saat ini adalah antarmanusia,” ujar Juru Bicara WHO, Margaret Harris, dikutip dari Guardian, Minggu (14/8/2022).
Harris mengingatkan kepada publik bahwa monyet tidak lagi boleh disalahkan atas mewabahnya virus monkeypox di lebih dari 85 negara.
Sebelumnya beredar laporan ada 10 monyet yang hidup di cagar alam di kawasan Rio Preto, negara bagian São Paulo, Brasil, disiksa hidup-hidup dengan diracuni bahkan dilukai dengan sengaja oleh sekelompok orang. Tim penyelamat dan aktivis menduga bahwa monyet-monyet tersebut diracun dan diserang setelah 3 kasus cacar monyet terkonfirmasi di daerah tersebut.
Brasil sendiri sudah mengonfirmasi 1.700 kasus cacar monyet, dengan 1 kasus kematian.
Harris menambahkan bahwa monyet bukanlah penular utama cacar monyet, pun tidak bertanggung jawab atas wabah monkeypox sekarang ini.
Sekalipun namanya ‘cacar monyet’, kasus penularan virus pada hewan terbanyak itu terjadi di hewan pengerat, bukan pada kelompok monyet. Nama cacar monyet diberikan karena peneliti menemukan keberadaan virus pertama kali di monyet yang dipelihara untuk penelitian di Denmark.
Nah, lonjakan kasus yang saat ini terjadi hampir semuanya ulah manusia. Virus menular dari orang ke orang, bukan lagi dari hewan ke orang walau kasus penularan hewan ke orang bisa terjadi.
“Virus saat ini menyebar antarmanusia dan yang seharusnya dilakukan sekarang adalah sama-sama mencegah penularan virus semakin luas. Orang-orang tidak diperbolehkan menyerang binatang apapun,” kata Harris.
Harris melanjutkan, cara terbaik untuk mengendalikan virus adalah segera mengenali gejala dan lakukan tes. Ini adalah langkah yang tepat untuk mencegah penularan. Dibutuhkan kesadaran bersama, terutama pada mereka yang tergolong kelompok paling berisiko, salah satunya pria gay, biseksual, atau laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki (LSL).
“Stigmatisasi terhadap siapa pun yang terinfeksi akan meningkatkan penularan, karena jika orang takut mengidentifikasi diri mereka terinfeksi, mereka tidak akan mendapat perawatan dan virus bisa menyebar terus pada orang di sekitar pasien,” ujar Harris.
Sumber: celebrities.id
Diskusi tentang inipost