Anna Suryanti membuka sembilan deposito untuk hari tua dan anak-anaknya. Simpanan itu dibiarkan selama 32 tahun. Saat dicairkan, depositonya dinyatakan hangus. Uang Rp 5,4 miliar hilang.
AMPAR.ID,Surabaya – Anna menyiapkan keuangan hari tuanya dengan matang. Dia menyimpan uang dalam bentuk deposito di kantor cabang bank swasta nasional di kawasan Slompretan, Surabaya, pada 1988. Ada sembilan deposito yang dibuka. Enam deposito diatasnamakan anaknya. Sisanya atas nama Anna.
Ketiga anaknya adalah Tan Herman Sutanto, Tan Johan Sutanto, dan Vonny Susanty. Masing-masing mendapat dua deposito senilai Rp 4 juta dan Rp 5 juta. Tiga deposito lainnya masing-masing Rp 10 juta, Rp 4 juta, dan Rp 5 juta.
Tan Johan Sutanto menjelaskan, deposito itu dipersiapkan ibunya untuk hari tua sekaligus masa depan anak-anaknya ketika sang ayah tidak bisa bekerja lagi. ”Rencana ibu buat celengan. Jatah anak-anaknya,” kata Johan.
Pada 2016, suaminya sakit. Perempuan 63 tahun itu butuh uang untuk mengobati sang suami dan hidup bersama ketiga anaknya. Anna berencana mencairkan tiga deposito di bank swasta nasional yang diinvestasikan 32 tahun silam.
Sejumlah dokumen asli dibawa saat Anna mendatangi kantor bank swasta nasional tersebut. Penjelasan customer service membuatnya sangat terkejut. Menurut petugas pelayanan pelanggan tersebut, simpanan deposito Anna sudah hangus dan datanya hilang. Karena itulah, Anna tidak bisa mencairkan apa pun. ”Pihak bank bilang sudah masuk masa retensi. Datanya sudah nggak ada. Sudah kedaluwarsa,” ucapnya.
Johan merasa tidak pernah tahu masa kedaluwarsa depositonya. Dia hanya tahu bank semestinya memberikan informasi tentang pencairan deposito tersebut. ”Kalau deposan mau ambil deposito, kebanyakan bank malah minta dipertahankan saja,” ujarnya.
Data deposito keluarga itu juga tidak tercatat di sistem elektronik bank. Anna dan anak-anaknya pernah menggugat bank swasta nasional itu di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Namun, gugatan tersebut tidak diterima karena kurang pihak. Mereka sempat bermediasi tahun lalu. Saat itu pihak bank menunjukkan surat keterangan bahwa deposito mereka sudah pernah dicairkan.
Berbeda dengan alasan yang disampaikan sebelumnya bahwa deposito sudah kedaluwarsa. Johan meyakini ibunya tidak pernah mencairkan deposito tersebut hingga kini. ”Kami masih pegang bilyet yang asli. Tidak mungkin sudah dicairkan, tapi bilyet masih ada pada kami,” jelasnya.
Menurut dia, deposito bisa saja dicairkan tanpa bilyet asli asalkan dilaporkan hilang. Namun, pihak bank tidak punya bukti laporan kehilangan yang dipakai untuk mencairkan deposito tersebut.
Pengacara penggugat, R Teguh Santoso, menyatakan bahwa deposito kliennya tipe automatic roll over (ARO) yang dapat diperpanjang otomatis dengan perhitungan bunga mengikuti nilai perkembangan moneter. Menurut dia, simpanan deposito keempat kliennya yang seharusnya bisa dicairkan mencapai Rp 5,4 miliar.
Kini keluarga itu menggugat bank swasta nasional itu di PN Surabaya untuk kali kedua. Teguh menegaskan bahwa pihak bank telah ingkar janji karena tidak bisa mencairkan sembilan bilyet deposito. Dia mengklaim bahwa seharusnya keempat kliennya mendapatkan uang deposito yang menjadi hak mereka. ”Pihak bank yang tidak menyerahkan hak-hak para penggugat untuk kembali memperoleh simpanan deposito beserta bunga yang dijanjikan sudah termasuk wanprestasi,” terang Teguh.
Sementara itu, pihak bank membantah klaim Anna dan anak-anaknya yang menyatakan tidak bisa mencairkan bilyet deposito. Namun, mereka memilih membuktikan di persidangan.
”Dapat kami sampaikan bahwa gugatan tersebut tidak berdasar dan tidak benar. Kami akan buktikan saat agenda pembuktian dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri Surabaya yang saat ini berjalan,” kata Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn.(*)
Sumber Berita : www.jawapos.com
Diskusi tentang inipost