AMPAR.ID,JAMBI- Sidang Suap uang ketok palu RAPBD Provinsi Jambi 2017 dan Gratifikasi yang menyerat Apif Firmansyah kembali di gelar di pengadilan Tipikor Jambi, Jumat (1/4) kemarin. Penuntut umum KPK menghadirkan tiga orang saksi yakni Luhut Silaban, Mesran, dan Meli Hairiya.
Dalam sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Yandri Roni itu mereka mengaku menerima uang terkait pengesahan RAPBD tersebut.
ketiga menerima uang suap itu dengan total yang diterima Rp 200 juta, yang diberikan setelah RAPBD disahkan menjadi APBD.
Sebelum paripurna pengesehaan APBD, Mesran mengaku belum mengetahui ada uang ketok palu. Begitu pula saat paripurna, belum ada pembicaraan soal uang. Fraksi PDIP, kata Mesran, menerima LKPj Gubernur Jambi Zumi Zola, dengan catatan.
“Kita dari fraksi PDIP menerima LKPj dengan catatan, jika dikemudian hari tidak sesuai norma hukum, maka fraksi PDIP tidak bertanggungjawab,” katanya di hadapan majelis hakim.
Hidayat, Penuntut umum KPK menanyakan Kapan Mesran menerima uang ketok palu? Siapa yang memberikan kepada dirinya.
Kata Mesran, tidak berselang setelah paripurna itu, sekitar bulan Januari 2017, dia mendapat telepon dari Kusnindar. Setelah melalui percakapan telepon itu, Kusnindar langsung ke rumah Mesran dan memberikan sebuah bungkusan.
“Setelah saya buka, ternyata bungkusan dari Kunindar itu adalah uang berjumlah Rp 100 juta. Uang itu sudah saya kembalikan ke KPK,” ungkapnya.
Pada pemberian uang ketok palu tahap dua, Mesran juga menerima uang pemberian dari Kusnindar, sebesar Rp 100 juta.
Sementara itu, Luhut Silaban, ketika paripurna belum menerima uang. Setelah itu, Kusnindar menghubungi saksi dan janjian di sebuah jalan di daerah Jambi Selatan. Penyerahan uang di pinggir jalan.
“Kusnindar dalam mobil, saya berada di luar. Dia berikan bungkusan yang isinya adalah uang Rp 100 juta. Apa itu? tanya saya kepada Kusnindar. Terima saja dulu, kata Kusnindar,” ungkap Luhut.
Selanjutnya, pada penyerahan uang ketok palu ke dua, dilakukan di depan kantor. Kusnindar kembali menyerahkan bungkusan plastik.
“Waktu dibuka isinya uang. Saya tanya uang apa, Kusnindar mengatakan, sudah lah, trimo wae lah. Uang itu sudah dikembalikan,” jelasnya.
Meli Kairiya, anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019 yang juga dari PDIP, menerangkan, menerima uang ketok palu. Anggota DPRD melalui PAW pada April 2016 itu menerangkan, jika uang ketok palu itu diterima dari Kusnindar di gedung DPRD Provinsi Jambi.
“Diberikan Kusnindar di kantor di ruang komisi sebesar Rp 100 juta antara bulan Juni atau Juli. Kata Kusnindar, di dalam tas ibu ada uang. Saya kasih ibu, karena kita berteman,” ungkap Meli.
Dalam berkas dakwaan yang diterima majelis hakim, lanjutnya, terdakwa dijerat dengan pasal gratifikasi dan pasal suap. Apif dijerat Pasal 12B, dan pasal suap Pasal 5 ayat 1 huruf a undang-undang tindak pidana korupsi. Dari hasil penyidikan KPK, kata dia, Apif menerima gratifikasi sekitar Rp 34 miliar bersama dengan Zumi Zola.
Sementara untuk nilai suap yang diberikan kepada anggota DPRD Provinsi Jambi, mencapai Rp 13 miliar. Ada pula aliran uang suap/gratifikasi tersebut mengalir kepada sejumlah pejabat daerah.
Apif berperan aktif dalam pemberian suap kepada anggota DPRD Provinsi Jambi. Dia juga punya peran penting dalam menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha di Jambi. Dia menjadi perpanjangan tangan Zumi Zola kepada pengusaha-pengusaha itu. Sebelum ditahan oleh KPK, Apif merupakan anggota DPRD Provinsi Jambi Fraksi Golkar periode 2019-2024. (Jd)
Diskusi tentang inipost