Oleh: Jamhuri – Direktur Eksekutif LSM Sembilan
AMPAR.ID – Disinyalir konflik lahan terjadi disebabkan oleh karena adanya pandangan yang meyakini lumpuh dan takluk serta hilangnya fungsi hukum. Konflik demi konflik antara masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai kaum tani ataupun petani ataupun perwakilan petani diperkirakan disebabkan oleh praktek penyalahgunaan hak dan kewenangan yang melekat pada kedudukan dan jabatan yang diemban, oleh sejumlah oknum berkompeten menyangkut pemberian hak penguasaan atas tanah, baik itu Izin Lokasi, Izin Usaha Perkebunan, dan Hak Guna Usaha (HGU).
Disamping menimbulkan persoalan konflik lahan sebagaimana diatas, perbuatan ataupun tindakan oknum dimaksud baik secara sendiri – sendiri maupun yang dilakukan secara bersama – sama melalui suatu permupakatan jahat yang dilakukan dipusaran pasar gelap kekuasaan dan kedudukan serta jabatan mampu membuat tidak dapat diterimanya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) yang menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota masing-masing.
Merujuk pada sejumlah ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku terhitung sejak tahun anggaran 2010 sampai dengan saat ini (2022), diperkirakan total Akumulasi dari kedua jenis sumber pendapatan bagi keuangan negara dan/atau daerah dari pemanfaatan kekayaan negara atas perkebunan sawit tersebut yang tidak dapat diterima telah mencapai angka triliunan rupiah.
Nilai nominal sumber pendapatan keuangan negara dan/atau daerah tersebut jumlah ataupun akumulasinya semakin membengkak jika Satuan Tugas Mafia Khusus yang dibentuk oleh Pemerintah mampu mengungkap indikasi tidak dapat diterimanya kedua jenis sumber dimaksud, ditambah lagi dengan Pajak Daerah berupa retrebusi atas pengurusan perizinan dari sektor bisnis property, seperti Persetujuan Gedung dan Bangunan beserta seluruh indikatornya (dulunya IMB), serta dapat menemukan nilai Pajak Daerah yang bersumber dari Pajak Air Permukaan dari seluruh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) seluruh Provinsi Jambi, Pajak Air Tanah, dan Pajak Air Komersil ataupun Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK), Pendapatan yang bersumber dari Pengelolaan dan Pemanfaatan Barang Milik Daerah (BMD)/Aset Daerah.
Diharapkan Pemerintah tidak hanya membentuk Satuan Tugas yang hanya terfokus pada persoalan Mafia Pertanahan akan tetapi juga berperan membantu Badan Pengelola Pajak dan Retrebusi Daerah (BPPRD dulunya disebut Dinas Pendapatan Daerah/DISPENDA) beserta Sekretaris Daerah (Sekda) sebagai koordinator yang selama era reformasi ataupun sejak tahun 1999 sampai dengan saat ini sepertinya belum mampu berbuat untuk mewujudkan secara nyata bentuk campur tangan pemerintah dalam mencapai tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menganut paham negara kesejahteraan (Welfare Staate).
(Red/01)
Diskusi tentang inipost