AMPAR ID, MERANGIN – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bangko mengeluarkan pernyataan sikap terkait kasus penculikan anak yang melibatkan salah satu warga Merangin dan oknum Masyarakat Hukum Adat (MHA) Suku Anak Dalam (SAD).
Dalam pernyataan tersebut, HMI Cabang Bangko menuntut Polres Merangin untuk transparan dalam mengusut tuntas sindikat penculikan di Merangin dan menerapkan kesetaraan hukum bagi seluruh warga Merangin, termasuk SAD.
HMI Cabang Bangko juga meminta Pemerintah Kabupaten Merangin melalui Polres Merangin serta Organisasi Pemerintah Daerah terkait melakukan pembinaan terhadap SAD berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Gubernur No. 08 tahun 2004 pasal 22 dan pasal 23.
Selain itu, HMI Cabang Bangko juga meminta Gubernur Jambi menerapkan secara kongret Perda Gubernur No. 8 tahun 2004 tentang MHA Bab IX dan DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang MHA.
HMI Cabang Bangko juga meminta Unsur Forkompimda Kabupaten Merangin serta Aparat Penegak Hukum (APH) memberikan edukasi pencegahan penculikan kepada warga Merangin dan membuat posko pengaduan terkait indikasi penculikan manusia.
Namun, keterlibatan warga SAD dalam kasus ini menimbulkan polemik. Berdasarkan keterangan pelaku, Bilqis sempat dijual kepada kelompok SAD. Polisi pun melakukan negosiasi hingga korban akhirnya diserahkan kembali kepada keluarganya di Makassar.
“Negara harus hadir menjamin perlindungan hukum bagi semua warga tanpa kecuali, termasuk komunitas adat seperti SAD,” tegas Sekretaris Umum HMI Cabang Bangko, Tomi Iklas, dalam keterangan pers yang diterbitkan Senin (10/11/2025).
Organisasi mahasiswa Islam itu menekankan pentingnya penerapan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin kesetaraan setiap warga negara di hadapan hukum.
HMI menilai, selain aspek pidana, aparat juga harus memperhatikan konteks sosial dan adat yang melingkupi komunitas SAD. “Pendekatan hukum tidak boleh menimbulkan stigma baru terhadap masyarakat adat. Justru negara harus melakukan pembinaan dan edukasi hukum,” tegasnya.
HMI memberi tenggat waktu 2×24 jam bagi pihak terkait untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut.
“Ini bukan sekadar persoalan hukum, tapi juga kemanusiaan. Negara wajib hadir dan berpihak pada keadilan,” tutup Tomi Iklas.
















Diskusi tentang inipost