Pemerintah Provinsi Jambi patut diapresiasi atas langkah strategisnya membentuk Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Disperkimtan) melalui Perda Nomor 7 Tahun 2025. Langkah ini menunjukkan kesadaran pemerintah daerah akan kompleksitas luar biasa urusan perumahan, permukiman, dan pertanahan—urusan yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan pembangunan fisik semata. Keberadaan Disperkimtan menjadi sinyal bahwa Jambi serius menata tata kelola perumahan dan pertanahan secara profesional, terintegrasi, dan berpihak pada kepentingan masyarakat.
Urusan PKP dan pertanahan menyentuh ranah yang sangat luas: pengaturan ruang, kepemilikan tanah, kesejahteraan sosial-ekonomi, hingga kepentingan beragam kelompok masyarakat. Kompleksitas ini menuntut kapasitas teknis, koordinasi lintas sektor, serta kepemimpinan yang visioner. Di tingkat nasional, kompleksitas tersebut diakui dengan pembentukan Kementerian Perumahan dan Permukiman, yang menegaskan bahwa urusan ini merupakan agenda strategis negara.
Di level provinsi, tantangan serupa muncul. Selama ini, urusan PKP dan pertanahan tersebar di berbagai perangkat daerah, menimbulkan tumpang tindih fungsi, lemahnya koordinasi, dan potensi konflik. Maka, pembentukan Disperkimtan bukan sekadar reorganisasi birokrasi; ini adalah strategi untuk menyatukan fungsi yang fragmented agar pelayanan publik lebih efektif, integrasi program lebih jelas, dan tata kelola pertanahan serta permukiman berjalan terkoordinasi.
Keberhasilan OPD baru ini sangat tergantung pada fase konsolidasi awal. Teori tata kelola publik menekankan bahwa masa transisi adalah fondasi bagi organisasi baru agar dapat berfungsi efektif (Rhodes, 1997; Ansell & Gash, 2008). Masa awal ini harus dimanfaatkan untuk menyusun SOP, integrasi program, penataan SDM, dan membangun koordinasi lintas lembaga. Menunjuk pejabat definitif secara prematur berpotensi menimbulkan ekspektasi berlebihan dan mengganggu proses konsolidasi.
Sebaliknya, penunjukan Pejabat Sementara (PLT) yang kompeten akan memastikan fase transisi berjalan lancar. Pejabat sementara yang berpengalaman di bidang perumahan, permukiman, atau pertanahan dapat menata struktur internal, menyinkronkan program, dan menyiapkan seleksi pejabat definitif secara objektif dan transparan.
Lebih jauh, teori pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik menegaskan bahwa keberlanjutan layanan publik bergantung pada kualitas manajemen, integrasi program, dan kapasitas SDM (Grindle, 1997; Ostrom, 2005). Jika fase konsolidasi ini diabaikan, OPD baru berisiko menjadi proyek birokrasi semu, hadir di atas kertas tetapi gagal menghadirkan dampak nyata bagi masyarakat.
Disperkimtan memiliki peluang untuk menjadi simbol profesionalisme birokrasi dan kapasitas daerah. Dengan masa PLT yang matang, struktur internal yang jelas, SOP yang tegas, koordinasi lintas sektor yang efektif, dan seleksi pejabat definitif berbasis kompetensi, institusi ini bisa menjadi kredibel, efisien, dan menghadirkan layanan publik yang berkelanjutan. Momentum ini bukan sekadar soal formalitas administratif, tetapi tentang kepemimpinan visioner, profesionalisme, dan akuntabilitas.
Pemerintah Provinsi Jambi harus memanfaatkan momentum ini untuk memastikan Disperkimtan bukan hanya hadir secara simbolik, tetapi benar-benar menjadi instrumen pembangunan perumahan, permukiman, dan pertanahan yang modern, terintegrasi, dan berpihak pada masyarakat. Masa depan pembangunan di provinsi ini bergantung pada keputusan yang diambil hari ini.


















Diskusi tentang inipost