Oleh: Dr Dedek Kusnadi Msi MM
AMPAR.ID, Jambi – Sebagai pendatang baru di jagat politik, yang namanya sama sekali tak pernah menjadi perhitungan, kemunculannya di penghujung last minute, Syafril Nursal tergolong sukses merebut simpati rakyat Jambi.
Walau angka 24,5 persen itu tak lantas membuatnya digdaya. Tapi, setidaknya raihan 385 ribuan suara itu, semestinya sudah cukup membuat purnawirawan Bhayangkara berpangkat Inspektur Jenderal Polisi ini tersenyum lebar.
Tengok saja, bagaimana dalam waktu yang sangat singkat, hanya sekitar 3 bulan efektif, sang jenderal itu mampu merebut hati hampir 400 ribu rakyat Jambi.
Semuanya sampai geleng-geleng. Takjub.
Kemunculan sang jenderal itu cukup membetot dan mencuri perhatian publik. Ia ibarat oase di tengah padang pasir. Sederet harapan baru terpikul di pundaknya. Sebagai ksatria bhayangkara, sang jenderal dianggap tokoh paling bisa memberesi beragam dinamika sosial di Jambi.
Ia misalnya, dianggap mampu menyelesaikan kemiskinan kronis, yang kian menggurita di sini. Ia dipercaya bisa membuat rakyat sejahtera, berjalan di atas kaki sendiri.
Sebagai seorang jenderal Polisi, yang berwibawa dan tegas, Ia memang punya kapasitas untuk itu.
Kemunculannya membuat rakyat Jambi terheran-heran. Semua elit terperangah. Pun Fachrori Umar. Termasuk pula barisan tim pemenangannya.

Jangankan membayangkan. Mereka sama sekali tak pernah bermimpi kalau Fachrori sampai bergandengan dengan jenderal Polisi.
Bukankah hingga di detik terakhir, Fachrori masih digadang melaju bersama Saprial, Bupati Tanjab Barat?.
SN–begitu inisialnya–, masih aktif menjabat Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah ketika namanya merangsek ke bursa cawagub Partai Demokrat. Entah bagaimana ceritanya… kok putra asal Kerinci itu tiba-tiba diminta menghadap Cikeas.
Ia disuruh pulang kampung. Membangun tanah kelahirannya lewat jalur politik.
Kisah itu mirip seperti ketika SN diminta sesepuh Jambi perantauan menahkodai BMKJ. Mirip pula saat SN diminta tokoh Kerinci perantauan memimpin HKKN. Keputusan berat yang akhirnya dipikul seorang polisi spesialis anti teror itu.
Dari sejumlah kandidat, SN menstasbihkan diri sebagai satu-satunya cawagub yang bersosialisasi paling singkat. Baru dimulai bulan September 2020. Sementara rivalnya, Abdullah Sani misalnya, sudah duluan bergerak sejak setahun lalu.
Sani juga punya modal sosial jumbo. Pernah menjadi Wakil Walikota dan menahkodai organisasi etnis Jawa terbesar, Wisnu Murti. Ia sudah duluan bergerak ke desa-desa.
Begitupula Ratu Munawaroh, wakilnya Cek Endra. Sudah kadung terkenal sebagai istri mantan Gubernur Jambi, dua periode. Ratu punya nama besar di belakangnya, trah nurdin.
Ratu dan Sani memiliki jejaring politik yang lumayan kuat.
Maklum saja, dari sejumlah sigi, Ratu dan Sani selalu bersaing ketat menjadi figur terkuat calon wakil gubernur. Belum ada nama Syafril Nursal dalam sejumlah survey terakhir.
Namanya baru nongol beberapa jenak menjelang pendaftaran. Di waktu yang singkat itu pula sang jenderal harus mengaktifkan mesin pemenangan. Kendati jejaring politiknya di arus bawah minim, tapi, figurnya cepat diterima. Tentu saja dengan gegap gempita.
Wajar saja, SN sukses mengantongi hampir 400 ribu suara. Sebuah modal politik yang sangat berharga. Saya dan kita semua tentu bisa menebak, bagaimana bila sang jenderal sudah berkampanye sejak setahun lalu?
Pilgub 2020 ini tentu menjadi momen penting bagi sang jenderal. Bukan soal kalah menang. Setidaknya, ia sudah mengantongi modal untuk langkah politik kedepan. Entah itu jalan menuju senayan atau kembali lagi turun di laga berikut. Laga Pilwako Jambi misalnya.
SN percaya, Pilgub kemarin merupakan kemenangan yang tertunda. Seperti bidak catur, sang jenderal tak pernah mundur sebelum tiba di garis finish.
Syafril Nursal akan menjadi figur yang patut diperhitungkan kedepan.
Penulis adalah pengajar di UIN STS Jambi dan peneliti di Puskaspol Jambi.
Diskusi tentang inipost