AMPAR.ID – Sejak adanya lomba persenjataan di antara negara-negara adikuasa dalam era Perang Dingin tahun 1960-an, sangat banyak senjata pemusnah massal yang diproduksi. Senjata itu untuk memperkuat sistem pertahanan negara-negara tersebut. Terutama lomba senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Selain memproduksi senjata-senjata nuklir dan rudal-rudal antarbenua atau intercontinental ballistic missile (ICBM), mereka diduga secara diam-diam mengembangkan juga senjata-senjata untuk persiapan menghadapi perang nubika. Nubika warfare adalah perang nuklir, biologi, dan kimia. Kondisi ini sudah diduga oleh Bung Karno pada era 1960-an. Sehingga untuk mengantisipasinya, Bung Karno menginstruksikan agar Indonesia segera membangun reaktor atom Triga Mark II di Jalan Tamansari, Bandung, dan roket yang dapat menembus stratosfer sebagai persiapan untuk membuat rudal antarbenua (ICBM). Bom atom Indonesia yang ditargetkan pada Hari Angkatan Perang pada 5 Oktober 1965 harus sudah dapat diledakkan itu ternyata gagal karena terjadinya G 30 S/PKI.
Baca Juga: Orang yang Suka Mengatur dan Kasar ‘Control Freak’ Kenali Ciri dan Cara Menyikapinya
Roket stratosfer ternyata dapat dibuat dan diluncurkan di instalasi peluncuran roket Pameungpeuk Selatan, Garut, Jawa Barat. Roket tersebut dinamakan roket ”Kartika”.
Atas dasar sinyalemen Bung Karno tersebut, beberapa kalangan cendekiawan dan pengamat militer Indonesia memperkirakan bahwa virus-virus Covid-19, varian Delta, bahkan Omicron yang sekarang sedang dihebohkan oleh seluruh dunia adalah buatan ahli-ahli negara adikuasa yang bocor dari laboratorium tempat eksperimen mereka. Apalagi di era timbulnya apa yang dinamakan negara adidaya. Karena tidak mau dikategorikan sebagai negara adikuasa, yaitu RRC (China). Seperti diketahui, ditemukannya virus (SARS: severe acute respiratory syndrome) SARS-CoV-2 kali pertama adalah di Wuhan, RRC.
Walaupun tidak dapat dibuktikan bahwa virus tersebut adalah buatan ahli-ahli RRC, terdeteksi kali pertama di Wuhan. Memang hal tersebut belum terbukti dan sekadar sebuah hipotesis. Namun, kemungkinan selalu ada. Begitu pula dengan timbulnya virus varian baru yang konon lebih mudah menular, yaitu Omicron.
Bila benar bahwa virus-virus tersebut adalah buatan manusia, berarti sebenarnya bagi pembuatnya adalah senjata makan tuan. Tidak peduli apakah itu datang dari pihak Amerika Serikat, Rusia, ataupun RRC. Karena sejauh yang penulis ketahui, berdasar data dan informasi yang cukup akurat dan valid, hanya tiga negara tersebut yang saling pasang kuda-kuda dan mampu untuk perang nubika.
Indonesia dalam hal ini masih sangat tertinggal. Karena saat ini belum mampu dan masih berkutat dengan pembuatan Vaksin Merah Putih oleh Bio Farma di Bandung.
Dari mana pun datangnya virus Omicron tersebut, yang menjadi masalah adalah bagaimana cara mengatasinya. Penulis pernah mengutarakan ada sepuluh cara atau langkah yang dapat ditempuh oleh setiap warga negara di mana pun berada untuk terhindar dari serangan virus-virus tersebut. Terutama pada butir kesepuluh yakni: ”jangan panik”.
Adapun butir-butir yang lain pada garis besarnya adalah berpegang teguh kepada aturan kesehatan dan vaksinasi lengkap. Sudah barang tentu juga melaksanakan secara pasti seluruh keputusan-keputusan pemerintah mengenai cara pencegahan masuknya virus Omicron ke Indonesia. Termasuk larangan masuknya warga dari negara-negara yang sudah terinfeksi virus Omicron seperti beberapa negara Afrika, Eropa, dan sebagainya. Terutama juga negara-negara tetangga yang berbatasan dengan Indonesia.
BACA JUGA: Hati-hati Melintas Longsor di Sungaipenuh KM 21, Akses Sempat Terputus
Bila kita berpegang pada ajaran-ajaran Bung Karno, ada sebuah teori yang berhubungan dengan cara mengalahkan sistem fasisme. Yaitu dengan cara menggunakan ”ordinary military strategy plus mass struggle”. Strategi militer biasa dipadu dengan perjuangan massa. Untuk strategi militer, kita dapat menggunakan teori-teori dari Carl von Clausewitz dan ini relatif mudah dilaksanakan. Yang sulit adalah harus dipadu dengan perjuangan massa. Dalam hal ini, sifat virus Omicron yang kejam dan sadis adalah identik dengan sifat fasisme.
Sedangkan perjuangan massa adalah perjuangan yang harus dilaksanakan oleh seluruh elemen bangsa dan negara Indonesia. Untuk hal ini sulit pelaksanaannya. Karena sejak era Orde Baru, pemerintah tidak lagi melaksanakan indoktrinasi nation and character building, pembangunan watak dan jiwa bangsa. Sehingga mobilisasi massa sulit dilaksanakan.
Apalagi, masih banyak kalangan yang tidak percaya bahwa virus Delta dan Omicron adalah nyata ada. Sehingga mereka menolak divaksin, bahkan menolak di-swab, baik antigen maupun PCR. Celakanya, kebanyakan kalangan tadi berasal dari kalangan penganut Islam ortodoks, kalangan Islam berideologi khilafah.
Mengatasi hal tersebut, penulis belum melihat usaha-usaha yang maksimal dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag), Majelis Ulama, termasuk ulama-ulama, kiai-kiai, dan ustad-ustad. Pendek kata sementara tokoh-tokoh Islam Indonesia pada umumnya.
Walaupun demikian, penanganan setan siluman Covid-19, khususnya melawan varian Delta dan kini Omicron, pemerintah kita telah berhasil menekan laju invasi setan siluman Covid-19 pada umumnya sampai sekecil-kecilnya. Dan pelaksanaan vaksinasi massal diharapkan dapat mencapai target. Prestasi pemerintah tersebut telah diakui oleh WHO sehingga Indonesia diakui sebagai salah satu negara di dunia yang paling berhasil dalam mengatasi pandemi setan siluman Covid-19.
Untuk itu, kita kaum patriotik patut mengacungkan jempol atas prestasi yang dicapai oleh pemerintah dalam rangka mengatasi pandemi setan siluman Covid-19. Dan akan membantu terus usaha-usaha pemerintah paling tidak hingga tercapainya herd immunity, imunitas massal! ***
Sumber: jawapos.com
Diskusi tentang inipost