AMPAR.ID – Menyikapi penjelasan yang disampaikan oleh Manager PT. PLN (Persero) Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Jambi sebagaimana yang dilansir oleh Aksi Post.com edisi 25 Januari 2024 yang memberikan penjelasan dengan argumentasi menggunakan ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketanagalistrikan sebagai dalil.
Penjelasan tersebut menunjukan adanya indikasi pemaksaan kehendak personal terhadap pihak dan/atau seseorang dan/atau orang lain dengan tanpa memperhatikan langkah-langkah dan/atau upaya penegakan hukum yang dimulai dari pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban yang sesuai dengan azaz dan norma atau kaidah hukum yang berlaku.
Pihak Manager UP3 PT. PLN (Persero) Jambi hanya membaca sebagian kecil dari regulasi yang berlaku hingga yang bersangkutan terkesan mengabaikan amanat konstitusional yang berlaku menyangkut tentang peranan dan fungsi serta tujuan dari negara mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
Penjelasan yang sama sekali tidak menunjukan bahwa keberadaan Undang-Undang tersebut (30/2009) akan memberikan kemanfaatan hukum yang terlahir dari kepastian hukum sesuai dengan tujuan dan fungsi hukum.
Dimana yang bersangkutan sepertinya tidak memperhatikan dengan cermat amanat ayat (2) dari Pasal 27 undang-undang yang dimaksud dengan kalimat yang memberikan penekanan pada aspek penegakan hukum dengan narasi dan/atau diksi pada kalimat: “Dalam pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik harus melaksanakannya berdasarkan peraturan perundang-undangan”.
Penjelasan yang disampaikan tersebut terkesan sama sekali tidak memperhatikan bahwa obyek pada Pasal 27 Undang-Undang Ketengalistrikan tersebut adalah tentang hak penguasaan atas tanah sesuai dengan azaz dan norma ataupun kaidah Hukum Pertanahan yang secara otomatis erat hubungannya dengan hak-hak setiap warga negara atas tanah sebagaimana yang telah dijamin oleh negara dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana amanat pada Pasal 16 dan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Normativenya baik secara inplisit maupun secara eksplisit ketentuan Pasal 27 ayat (1) yang dimaksud memberikan isyarat hukum bahwa pemberian hak penggunaan ataupun pemanfaatan tanah kepada atau ataupun perolehan hak atas tanah oleh pemegang izin usaha penyediaan tenga listrik (PLN) dapat terjadi setelah dengan adanya pelaksanaan azaz causalitas, antara para pihak yang telah memiliki hubungan perikatan sesuai dengan azaz dan norma atau kaidah hukum yang berlaku.
Dimana secara yuridis hak penguasaan tanah berarti ada hak dalam penguasaan itu yang diatur oleh hukum ada kewenangan menguasai secara fisik yang berada dalam aspek privat dan hak penguasaan dalam aspek publiknya sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 33 ayat 3 UUD tahun 1945 juncto pasal 2 UUPA bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Seharusnya penjelasan yang bersangkutan dilakukan dengan menggunakan prinsip berpikir yang baik dan benar yaitu “Perhatikan, Pikirkan dan Simpulkan” dan semua itu tidak dilakukan dengan hanya berpatokan pada satu ayat dalam suatu pasal dari sebuah ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dalam setiap tindakan ataupun perbuatan tidak menimbulkan kesan merupakan suatu tindakan yang berpotensi merugikan orang lain, apalagi sampai dengan memproduksi akibat hukum.
Mengingat negara ini adalah negara hukum (recht staat), kami sarankan sebaiknya oknum Manager yang dimaksud lebih intens membangunan komunikasi dengan pihak legal officer PLN atau lebih banyak berdiskusi dengan tujuan belajar kepada pihak-pihak yang mengerti hukum agar benar-benar mengerti tentang hak dan kewajiban sehingga tidak hanya sebatas memahami hak dan kewenangan yang melekat erat pada kedudukan dan jabatan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan itu sendiri telah diatur tentang hak-hak penguasaan atas tanah yaitu sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka (14), Pasal 30 ayat (5), dan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Ketenagalistrikan dimaksud, dimana baik sebagian maupun secara keseluruhan amanat pasal-pasal tersebut mengedepankan tentang hak-hak penguasaan atas tanah dan kewajiban pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik.
Selain daripada itu seharusnya pihak Manager dimaksud juga memperhatikan fakta lapangan sebagaimana pada tempat gardu tersebut berada, menyangkut tentang jarak aman antara tiang gardu PLN dengan bangunan rumah yang dimaksud, apakah telah sesuai dengan ketentuan menyangkut tentang upaya menghindari potensi-potensi bahaya kelistrikan sehingga dengan begitu dapat menghindarkan masyarakat dari bahaya kebakaran bahkan hingga kematian antara lain tentang jarak aman antara atap, balkon dan dinding rumah dengan tiang dan/atau gardu listrik PLN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Apalagi keterangan yang disampaikan oleh yang bersangkutan sama sekali tidak memberikan penjelasan tentang dasar hukum dari perhitungan penetapan nilai nominal pengenaan tarif biaya beban yang harus dibayarkan oleh pihak pemilik rumah tersebut yang mencapai nilai nominal sebesar Rp. 39.627.698 (Tiga Puluh Sembilan Juuta Enam Ratus Dua Puluh Sembilan Ribu Enam Ratus Sembilan Puluh Delapan Rupiah) tersebut, apakah merupakan peraturan perusahaan (rule of company), atau peraturan apa?.
Jika dasarnya adalah peraturan perusahaan, maka tolong jelaskan peraturan perusahaan yang mana dan bagaimana legalitas dari penggunaan peraturan tersebut. Pada point ini kami menilai bahwa pemikiran oknum Manager UP3 PT. PLN (Persero) Jambi tersebut lebih didominasi oleh sikap egosentris yang hanya memikirkan tentang pendapatan dengan tanpa sama sekali mengedepankan fakta dan dasar hukum dari sebuah tindakan serta mengabaikan hak azazi dan status sosial seseorang dan/atau orang lain ataupun masyarakat sebagai warga negara.
(min)
Diskusi tentang inipost