AMPAR.ID, JAKARTA – Perkembangan teknologi semakin mempermudah kontrol terhadap karya jurnalisitik media massa di tanah air. Hal ini dilakukan Dewan Pers dengan membuat terobosan lewat aplikasi pengaduan berbasis elektronik.
Untuk itu, peran masyarakat penting dalam mewujudkan hasil karya pers yang berkualitas.
“Kami ingin peran serta masyarakat dalam kontrol pers terus dilakukan demi produk pers lebih berkualitas. Kami juga sudah menyiapkan aplikasi pengaduan berbasis eletronik yang simple,” ujar Plt. Ketua Dewan Pers, M. Agung Dharmajaya, Senin (31/10/2022) di Jakarta.
Dengan hadirnya aplikasi pengaduan eletronik ini, Dewan Pers menargetkan mulai Januari 2023 proses pengaduan manual dan melalui email akan dihilangkan bertahap.
“November-Desember 2022 masih bisa manual dan email, tapi Januari 2023 Dewan Pers hanya menerima pengaduan lewat LPE (Laporan Pengaduan Elektronik) yang sudah kami siapkan,” kata Agung melalui rilis resmi Dewan Pers.
Ditambahkannya pula, LPE siap merespons dengan cepat proses pengaduan yang ada sekaligus mengantisipasi situasi jelang kontestasi politik yang akan dimulai tahun depan. Dewan Pers berharap, dengan peran serta dari publik, perusahaan media akan terus memperbaiki karya persnya agar sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan berdampak positif bagi publik.
Media Online
Sementara itu, Dewan Pers terus melakukan proses mediasi sengketa pers. Hingga Oktober 2022, terdapat 583 kasus pengaduan terkait karya jurnalistik yang diajukan ke Dewan Pers. Hingga kini, sebanyak 499 kasus berhasil diselesaikan dengan mediasi. Artinya, penyelesaian kasus sudah di atas angka 85%.
“Dari kasus-kasus pers yang diadukan, rata-rata terkait pelanggaran etik berupa karya pers tanpa verifikasi dan cover both side,” ujar Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Yadi Hendriana.
Dewan Pers mencatat, dominasi platform yang banyak diadukan adalah media cyber atau media online. Menurut Yadi, jumlahnya bahkan hingga mencapai lebih dari 95 persen. Ini menjadi sebuah catatan khusus bagi pengelola media online untuk tetap patuh dan tunduk pada Kode Etik Jurnalistik. Apalagi, dalam pantauan Dewan Pers, umumnya redaksi media online harus mengelola lebih dari 600 artikel/konten berita dalam satu hari.
“Dengan konten yang begitu banyak di-manage, mau tidak mau masing-masing newsroom harus memperkuat kontrol berita, proses editing, dan penegakan kode etik di redaksi masing-masing,” pungkas Yadi.
Dari data Dewan Pers, pada periode Januari hingga 31 Oktober 2022, sebanyak 499 kasus pengaduan yang dimediasi berhasil diselesaikan melalui Risalah (78 kasus), Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (31 kasus), Surat (331 kasus), dan Arsip (59 kasus). Total pertemuan mediasi/klarifikasi sebanyak 104 kali. Sementara target penyelesaian tahun 2022 adalah sebanyak 90% kasus selesai.
Menaggapi rencana Dewan Pers terkait proses laporan media maupun karya jurnalistik secara elektronik, Plt Ketua Umum DPP Pemerhati Jurnalis Siber (PJS) memberikan apresiasi atas terobosan tersebut. Menurutnya, dengan menggunakan aplikasi tersebut, akan mempermudah kontrol publik terhadap kerja jurnalis.
“Ini untuk melihat sejauhmana karya jurnalistik dari sebuah media benar-benar professional. Untuk itu saya menghimbau kepada seluruh anggota PJS agar selalu mengedapankan profesionalisme dalam menyajikan sebuah karya jurnalistik,” ungkap Mahmud.
Dengan waktu yang tersisa 2 bulan ini kata Mahmud, jurnalis yang tergabung di PJS diharapkan mampu menyesuaikan dengan harapan Dewan Pers.
“Saya yakin dengan waktu 2 bulan ini anggota PJS akan mampu menyesuikan dengan harapan dari Dewan Pers yakni menjadikan karya jurnalistik yang baik dan benar dengan menjunjung tinggi hasil verifikasi yang tepat dan cover both side. Ini kita akan pertegas saat digelarnya Munas I PJS November mendatang,” ungkap Mahmud.(*)
Diskusi tentang inipost