AMPAR.ID – Untuk pengendalian dan pengaturan pelaksanaan pengelolaan Kekayaan Negara sebagaimana tujuan negara dan/atau inti sari cita-cita bangsa dengan memposisikan masyarakat umum sebagai obyek dengan tujuan agar kekayaan negara menjadi perwujudan secara nyata agar campur tangan pemerintah terbukti dengan setiap warga negara memiliki Kekayaan Pribadi yang syah menurut ukuran hukum yang berlaku.
Dalam hal ini negara dengan konsep budaya kinstitusional telah memberikan kewenangan kepada Pemerintah yang dalam pelaksanaan hak dan kewenangannya Pemerintah dilengkapi dengan peraturan perundang-undangan dan kekuatan alat negara bersenjata dan dipersenjatai serta diperkuat dengan ikrar suci dengan menghadirkan Tuhan sebagai Saksi atas penerimaan hak dan kewenangan yang diberikan oleh negara atas nama seluruh rakyat selaku pemegang kedaulatan tertinggi.
Tuntutan utama atas setiap sosok pribadi pelaku Pemerintahan adalah pribadi yang memiliki rasa malu, dan kedua adalah kwalitas pengetahuan yaitu pengetahuan tentang tugas pokok dan fungsi serta pengetahuan akan rasa malu dan tahu diri ataupun sadar diri akan daya nalar dan nurani seingga tidak menjadi pribadi yang terbelenggu oleh nafsu perbudakan kekuasan.
BACA JUGA:
Noviardi: Waspadai Inflasi Jambi Bergerak Liar Timbulkan Ketakpastian
Sosok indvidu pemerintahan yang mempunyai rasa malu yaitu malu kepada diri sendiri dan malu kepada Tuhan Sang Penguasa semesta alam serta malu kepada rakyat yang memberikan mandat dan upah agar bisa berkerja dengan baik dan benar serta benar – benar atas nama dan demi serta untuk kepentingan rakyat, bukan dengan memanfaatkan kedudukan dan jabatan agar mendapatkan kekayaan negara demi kekayaan pribadi. Malu atas kedudukan dan jabatan yang diemban yang tidak dilengkapi dengan kompetensi managerial, kemampuan akan leadership, kredibilitas, akuntabilitas, serta kapabilitas, malu dengan hanya menjadikan kekuasan sebagai legitimasi atas kekayaan yang diterima. Lebih baik mundur dari dan/atau letakan jabatan daripada harus mendapatkan penilaian umum dengan sebutan Tebal Muka, Muka Tembok, ataupun Muka Badak.
Badak hanyalah suatu gambaran ataupun sebuah ilustrasi yang diberikan oleh masyarakat dalam bahasa Paradoks yang mewakili seluruh binatang dalam rangka memberikan gambaran untuk manusia yang dinilai tidak memiliki rasa malu, akan tetapi tidak mempersamakan secara mutlak (Absholute) Manusia yang tidak tahu malu adalah binatang sejati.
Masyarakat dan budaya konstitusional menghendaki sosok individu pemerintahan yang berpengetahuan yaitu pengetahuan yang sekaligus merupakan indrawi dan intelektif serta kwalitas manusia dimata manusia. Intelektif yang merupakan watak kodrati pengetahuan manusia yang lebih tinggi. Dengan pengetahuan manusia akan mampu mencapai secara langsung intisari budaya konstitusional yang didapat dengan cara melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba, kenyataan yang mengelilingi manusia sesuai dengan kadar kemampuan berpikir ilmiah sesuai dengan batasan pengetahuan yang dimiliki.
BACA JUGA:
Kapolda Jambi Hadiri Pembukaan Karya Bhakti TNI Korem 042/Gapu
Pengetahuan merupakan kekayaan dan kesempurnaan bagi makhluk yang memilikinya, dengan pengetahuan manusia dapat mengetahui segala-galanya, maka ia akan menguasai makhluk lain yang penguasaannya terhadap pengetahuan kurang. Dalam lingkungan manusia sendiri seseorang yang tahu lebih banyak adalah lebih baik bila dibandingkan dengan yang tidak tahu apa-apa. Pengetahuan menjadikan manusia berhubungan dengan dunia dan orang lain, serta akan membentuk karakteristik dan attitude manusia itu sendiri.
Melalui pengetahuanlah manusia mempunyai hubungan dengan dirinya, orang lain dan dunia. Melalui pengetahuan benda-benda dimanisfestasikan dan orang-orang dikenal, lagi pula manusia bisa berada lebih tinggi, dan untuk dapat membentuk hidupnya secara lebih baik, serta dapat melakukan sesuatu atau membentuk kembali sesuatu yang rusak menjadi baik, mampu mengenal dirinya, orang lain dan dunia di sekitarnya, sehingga tidak hanya mampu menempatkan dirinya dalam dunianya atau dapat beradaptasi akan tetapi mampu merubah warna dunia sekitarnya, dari dunia yang dipenuhi praktek kebiadaban serta kezholiman menjadi manusia yang berprilaku dengan akhlak dan etika moral manusiawi.
Menurut Muh. Syahrir,” Keagungan manusia berkaitan dengan karakteristik eksistensial manusia sebagai upaya memaknai kehidupannya dan sebagai bagian dari alam ini. Dalam konteks perbandingan dengan bagian-bagian alam lainnya, para ahli telah banyak mengkaji perbedaan antara manusia dengan makhluk-makhluk lainnya terutama dengan makhluk yang agak dekat dengan manusia yaitu hewan. Secara umum komparasi manusia dengan hewan dapat dilihat dari sudut pandang naturalis/ biologis dan sudut pandang sosiopsikologis. Secara biologis pada dasarnya manusia tidak banyak berbeda dengan hewan.
Dengan pengetahuan para ilmuan berpendapat menyangkut tentang manusia seperti Ernst Haeckel (1834-1919) mengemukakan bahwa manusia dalam segala hal sungguh-sungguh adalah binatang beruas tulang belakang, yakni binatang menyusui, demikian juga Lamettrie (1709-1751) menyatakan bahwa tidaklah terdapat perbedaan antara binatang dan manusia dan karenanya bahwa manusia itu adalah suatu mesin. Plato (427-348). Dalam pandangan Plato, manusia dilihat secara dualistik yaitu unsur jasad dan unsur jiwa, jasad akan musnah sedangkan jiwa tidak, jiwa mempunyai tiga fungsi ataupun kekuatan yaitu logystikon (berpikir/rasional, thymoeides (keberanian), dan epithymetikon (keinginan).
BACA JUGA:
Dinkes Provinsi Jambi Terbitkan Surat Edaran, Hentikan Sementara Obat Syirup
Sementara Aries Toteles berpendapat Bahwa Manusia adalah Hewan yang bermasyarakat (Zoon Politicon), serta pada pendapat yang lain beliau memberikan gambaran bahwa Manusia adalah Srigala bagi Manusia lainnya (Homo Homini Lupus). Lengkapnya Aries Toteles (384-322 SM) berpendapat Manusia itu adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal pikirannya. Manusia itu adalah hewan yang berpolitik (zoon politicon/political animal), hewan yang membangun masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokan impersonal dari pada kampung dan negara.
Berbagai pemaknaan tentang manusia, seperti manusia adalah makhluk yang bermasyarakat (Sosiologis), manusia adalah makhluk yang berbudaya (Antropologis), manusia adalah hewan yang ketawa, sadar diri, dan merasa malu (Psikologis), semua itu kalau dicermati dengan ilmu pengetahuan tidak lain karena manusia adalah hewan yang berpikir/bernalar (the animal that reason) atau Homo Sapien.
Pada saat tidak lagi berada pada massa purbakala akan tetapi berada pada fase Modernisme diharapkan dengan pengetahuan individu pemerintahan baik sebagai penyelengara maupun sebagai pejabat negara mampu berrelasi dengan alam selain diri dan keluarga serta kelompok famili spesies penguasa kekuasaan. Dengan pengetahuan dan kemampuan membangun relasi individu pemerintahan akan mampu melakukan tindakan campur tangan pemerintah sesuai dengan intisari cita – cita bangsa dan/atau tujuan negara. Dari pengenalan akan Kekayaan Negara berupa Sumber Daya Alam serta pengetahuan yang didapat dari pendidikan pada bidangnya masing-masing individu akan membentuk Karakteristik, Kompetensi, Managerial, Leadership, Akuntabilitas, Kredibilitas, Kafabilitas, akan terbentuk nilai kepemimpinan pemerintah yang dinamis (Dynamic Governance) yaitu penguasa kekuasaan yang mampu mewujudkan secara nyata campur tangan pemerintah dalam mencapai tujuan negara.
BACA JUGA:
Amanat Konstitusional mengajarkan pandangan bahwa Sumber Daya Alam adalah Kekayaan Negara yang dikuasai oleh negara dengan suatu kewajiban harus dikelola dan dimanfaatkan sebesar – besarnya bagi kemakmuran rakyat, yang pelaksanaannya diwajibkan dikelola dan diurus oleh sosok yang berilmu pengetahuan yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sosok yang mampu belajar dan mengembangkan diri dan pengetahuan yang telah ada dan dimiliki, yaitu seumpama kemampuan akar mempertahankan pohon yang tinggi menjulang dan tidak akan roboh walau diterpa angin dan badai.
Suatu kemampuan mengenal Sumber Daya Alam dari segala jenis dan golongan serta sifat untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin demi menghindari dari timbulnya rasa malu, seperti kemampuan memahami secara radikal bahwa para pelaku utama dan pelaku pembantu Illegal Driling adalah aset kekayaan negara yang wajib dibina dan dilindungi sebagaimana mestinya. Mereka adalah sekumpulan manusia cerdas yang memiliki kadar Inteligencia yang tergolong tinggi. Dimana secara autodidak mampu mengetahui keberadaan dan mengelola serta memanfaatkan kekayaan alam dengan modal kerja yang jauh lebih minim dibandingkan yang dipergunakan oleh pihak pemegang hak yang diberikan oleh negara untuk jenis pekerjaan yang sama, seperti Pertamina dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIGAS).
Dituntut kemampuan Pemerintahan yang mengerti amanat dan serta azaz konstitusional, dengan melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku menyangkut tentang pertambangan rakyat sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan amanat : ”Izin Pertambangan Rakyat (IPR), suatu izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas”.
BACA JUGA:
Diprediksi maraknya illegal drilling disebabkan karena adanya keinginan hidup makmur sebagai manusia yang berkafasitas sebagai makhluk sosial dan serta sebagai warga negara, dan menempatkan mereka dalam status terpidana bukanlah solusi satu-satunya, serta tidak membuat kekayaan negara akan mempengaruhi keuangan negara. Pemerintah harus jujur mengakui bahwa institusi pemerintah telah gagal menyadarkan warga negara dan serta untuk melaksanakan amanat Pasal 1 angka (10) Undang – Undang Nomor 4 tahun 2009 dimaksud.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral baik secara sendiri – sendiri maupun secara bersama-sama dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Daerah dan/atau secara bersama – sama dengan Pertamina dan serta bersama-sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIGAS) selaku pemegang hak konstitusional sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan dan Gas Bumi, terindikasi telah gagal melakukan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan amanat konstitusional, serta memberikan gambaran bahwa Pemerintah menganut system Pemerintahan Oligarchy.
Dengan merujuk pada adagium menyangkut tentang persamaan hak dihadapan hukum serta dengan mempergunakan perspektif Causalitas serta azaz fiksi hukum maka merupakan hal yang amatlah sangat tidak adil jika hanya pelaku pembantu yang harus menjalani proses dari suatu tindakan hukum dengan tanpa melakukan perlakuan yang sama terhadap para oknum yang terindikasi melakukan perbuatan ataupun tindakan perlindungan (Backing) dan maupun tindakan pembiaran seperti Oknum pembuat Kebijakan dijajaran unsur pimpinan SKK MIGAS, Pertamina dan Pejabat Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang berkompeten dalam urusan perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA).
(RED/01)
Diskusi tentang inipost