AMPAR.ID,Sarolangun – Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) atau sering disebut pajak Galian C yang mana dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi salah satu syarat bagi rekanan atau kontraktor untuk melakukan pencairan sebuah kegiatan atau proyek yang dibiayai oleh APBD menjadi tanda tanya besar dikalangan para rekanan, apakah masuk dalam laporan PAD atau tidak dalam realisasinya.
Dikatakan salah satu kontraktor yang tidak mau disebutkan namanya, jika dipikir secara logika seharusnya pajak Galian C (MBLB) tersebut menjadi tanggung jawab pemilik tambang Galian C dalam bahasa daerah Sarolangun sering disebut Lopon dalam pembayarannya.
” Seharusnya ini menjadi tanggung jawab pemilik galian C bukan menjadi tanggung jawab rekanan selaku pembeli material dalam pembayarannya,” ujarnya.
Selain itu masih dikatakannya jika dalam proses pemungutannya diduga tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Hal ini bukan tanpa sebab para kontraktor mengambil atau membeli material tersebut di lokasi tambang (Lopon) yang bahkan tidak memiliki izin resmi dari pemerintah atau ilegal.
” Kami menduga pemungutan pajak tersebut tidak memiliki dasar hukum karena tambangnya saja tidak memiliki izin atau ilegal,” ucapnya.
Menanggapi hal ini, Kaban BPPRD Sarolangun Emalia Sari melalui Kabid PBB dan BPHTB, Zulkarnain menjelaskan jika pemungutan pajak MBLB atau Galian C meniliki dasar hukum yang jelas seperti yang diatur UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
” Selain UU tersebut masalah pajak MBLB ini juga diperkuat dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Reteibusi Daerah,” jelas Zulkarnain.
Ditambahkan Zulkarnain, jika di dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sudah dijelaskan mulai dari subjek pajak, dasar pengenaan pajak, tarif dan cara perhitungan pajak MBLB. Seperti subjek dan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat mengambil MBLB.
” Sementara untuk dasar pengenaannya adalah nilai jual hasil pengambilan MBLB yang dihitung dengan mengalikan volume/tonase dengan pengambilan dengan nilai pasar atau standar MBLB yang berlaku di lokasi setempat dan digunakan harga standar yang ditetapkan dengan Perda dan berpedoman pada Pergub,” bebernya.
Sedangkan terkait pemungutan pajak MBLB yang dibebankan ke Kontraktor atau pihak rekanan yang melaksanakan kegiatan atau proyek yang dibiayai oleh APBD atau pemungutan MBLB pada kegiatan pengambilan bukan pemanfaatan guna mempermudah administrasi pemungutan.
” Pemda atau Pemkab dapat memungut pajak MBLB ke kontraktor sepanjang MBLB tersebut berasal dari daerah yang bersangkutan dan belum dikenakan pajak MBLB, jika MBLB dari luar daerah kita tidak memungut pajaknya,” ucap Zulkarnain.
Masih dikatakannya, terkait realisasi uang hasil pemungutan pajak MBLB kepada kontraktor akan disetorkan ldan masuk ke rekening Pajak daerah terlebih dahulu, guna untuk memudahkan dan memisahkan data hasil pajak – pajak yang lainnya, selanjutnya akan langsung di transfer ke rekening Kas daerah.
” Uang hasil pemungutan pajak MBLB dari kontraktir tersebut memang awalnya di transfer atau masuk ke rekening pajak terlebih dahulu setelah itu baru ditranfer ke rekening Kas Daerah. Hali ini guna mempermudah kita dalam mendata hasil pajak – pajak yang lainnya,” tutup Zulkarnain.
(Fdn)
Diskusi tentang inipost