AMPAR.ID – Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto mengatakan bahwa kajian sistemik Tata Kelola Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk mencegah maladministrasi dan bertujuan untuk mencegah terjadinya laporan di masyarakat, yang diselenggarakan di Jakarta Selatan secara zoom, Senin (12/12) kemarin.
“Permasalahan dalam proses perizinan tata kelola IUP diawali sejak perizinan masih di tingkat kabupaten/kota, kemudian dialihkan kewenangannya ke provinsi pada tahun 2015, lalu pada tahun 2020 kewenangannya ditarik ke pemerintah pusat. Salah satu permasalahan yang muncul adalah tidak clean and clear-nya IUP pada saat proses peralihan kewenangan tersebut,” ungkapnya.
Ombudsman RI mengambil sampel di lima provinsi yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara. Kajian ini memuat temuan, kesimpulan serta saran perbaikan regulasi tata kelola IUP kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Menteri Keuangan.
Hery menambahkan, peralihan kewenangan IUP ke pemerintah pusat telah terjadi berbagai permasalahan dalam hal maladministrasi antara lain penundaan berlarut, diskriminatif dan tidak memberikan pelayanan.
“Pengalihan kewenangan izin usaha pertambangan dari pemerintah daerah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi dan pusat masih ditemukan tidak memenuhi asas profesional, ketelitian dan transparansi,” imbuh Hery.
Ombudsman menemukan bahwa pada proses pencatatan, administrasi dan kearsipan tidak memadai, sehingga sulit mencari dan mengakses data pertambangan di tingkat kabupate/kota dan provinsi. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan standar pelaksanaan pengalihan kewenangan. Ombudsman juga menemukan adanya kendala teknis pada Online Single Submission (OSS) sebagai sistem perizinan terpadu berbasis elektronik.
(Meli/jp)
Diskusi tentang inipost