AMPAR.ID – Presiden Jokowi telah menekan Pepres No. 10 Tahun 2021 yang melegalisasi industri minuman keras di beberapa daerah tertentu di Tanah Air.
Perpres tersebut kemudian mendapat tentangan dari berbagai pihak. Meski hanya berlaku di beberpaa daerah tertentu, namun tetap banyak masyarakat yang menolak legalisasi miras.
Menurut Pengamat Politik dan Hukum Gde Siriana Yusuf menilai banyaknya penolakan perpres tersebut jadi bukti DPR belum tentu mewakili suara rakyat.
“Kegelisahan hingga penolakan masyarakat atas legalisasi miras menunjukkan bahwa DPR belum tentu mewakili suara rakyat,” ujar Pengamat Politik dan Hukum Gde Siriana Yusuf, Sabtu (27/2).
Lebih lanjut Gde Siriana mengungkapkan Perpres tersebut merupakan turunan dari UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja, yang menghapus Pasal 12 UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Yang Melarang Bidang Usaha Miras.
“Jadi inilah yang ditakutkan masyarakat ketika menolak Omnibus Law. Saya juga enggak tahu apakah semua anggota DPR membaca pasal ini,” jelasnya.
“Sekarang masyarakat ribut setelah keluar perpres sebagai turunan UU Cipta Kerja soal legalisasi miras,” tambahnya.
Ia bahkan mengaku ragu DPR akan memperjuangkan suara masyarakat seiring terbitnya Perpres No 10/2021 terebut.
“Saya pribadi melihatnya begini, Perpres ini kan turunan dari UU Cipta Kerja, kalau proses legislasi induknya sudah cacat, misalnya sosialisasi soal miras ini disampaikan transparan atau tidak kepada publik, maka produk turunannya yaitu Perpres ini akan juga cacat,” bebernya.
“Jika DPR memang setuju, ya legalkan saja sekalian perjudian dan prostitusi. Jangan nanggung-nanggung. Biar bangsa ini dihancurkan sekalian sama pemimpinnya” tutupnya.
Sumber: Winnetnews.com
Diskusi tentang inipost