AMPAR.ID, Sumsel – Bupati Kabupaten Muara Enim periode 2009-2018, Muzakir Sai Sohar divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 8 tahun penjara atas kasus suap alih fungsi lahan, Kamis (17/6/2021).
Muzakir terbukti menerima suap sebesar 200.000USD yang bila dirupiahkan menjadi Rp.2,3 Miliar dalam kasus alih fungsi lahan dari hutan produksi konversi menjadi hutan produksi tetap di tahun 2014 lalu.
“Menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah dan dijatuhi 8 tahun penjara,” ujar hakim yang diketuai Bongbongan Silaban SH MH dalam sidang virtual di Pengadilan Tipikor Palembang.
Tak hanya kurungan badan, hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp.350 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka wajib diganti dengan kurungan penjara 6 bulan.
Selain itu Muzakir diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,3 miliar yang apabila tidak dibayar, maka harta bendanya akan disita sebagai uang pengganti.
“Apabila tidak dibayar dengan total harta benda yang sudah ditentukan, maka wajib diganti dengan pidana penjara 2 tahun 6 bulan,” ujar hakim.
Adapun hal-hal yang memberatkan terdakwa menurut majelis hakim yakni terdakwa selaku kepala daerah tidak memberikan contoh kepada masyarakat, memberikan keterangan berbelit selama persidangan serta tidak mengakui perbuatannya.
“Sedangkan untuk hal-hal yang meringankan, terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga serta belum pernah dihukum,” ujarnya.
Dalam fakta persidangan, terdakwa M Anjapri yang saat itu menjabat Direktur Utama (Dirut) PT Perkebunan Mitra Ogan, diketahui telah memberikan uang secara bertahap kepada terdakwa Muzakir Sai Sohar.
Uang itu diberikan dengan menggunakan pecahan dollar amerika sebesar 200.000USD yang selanjutnya digunakan terdakwa Muzakir untuk keperluan pribadinya.
Atas perbuatannya, majelis hakim menyatakan Muzakir terbukti melanggar pasal 12 huruf B juncto pasal 18 Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 yang mana diubah ke Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi.
Setelah membacakan vonis, majelis hakim memberikan waktu selama satu pekan terhadap Muzakir untuk mengambil sikap.
“Silahkan kepada terdakwa untuk pikir-pikir,” ujar hakim.
Diketahui, vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut terdakwa Muzakir dengan hukuman 10 tahun penjara.
Menanggapi vonis yang sudah dijatuhkan, JPU Kejati Sumsel, Naimullah pihaknya juga akan pikir-pikir.
“Vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan kami. Untuk itu kami masih pikir-pikir,” ujarnya.
Untuk diketahui, Kejati Sumsel menetapkan empat tersangka dalam kasus ini.
Mereka adalah Muzakir Sai Sohar yang merupakan Bupati Kabupaten Muara Enim periode 2009-2018, Mantan Dirut PT Perkebunan Mitra Ogan (BUMN), Anjapri.SH, mantan kabag Akutansi dan keuangan PT. Perkebunan Mitra Ogan, Yan Satyananda serta Abunawar Basyeban.SH.MH (Dosen UNSRI) selaku konsultan Hukum.
Mereka menjalani proses hukum dalam berkas terpisah.
Namun saat proses hukum masih berlangsung, tersangka Abunawar Basyeban, meninggal dunia saat masih menjadi tahanan titipan di Rutan Pakjo akibat sakit yang dialaminya, Selasa (5/1/2021) sekira pukul 02.10 pagi.
Terkait kronologi kasus ini, Kasi Penkum Kejati Sumsel, Khaidirman saat dikonfirmasi tribunsumsel.com, Jumat (13/11/2020). menjelaskan, kasus ini bermula dari kontrak kerja antara PT Perkebunan Mitra Ogan yang merupakan perusahaan BUMN dengan kantor konsultan hukum milik Abunawar Basyeban,SH MH.
Bahwa dalam kontrak kerja tersebut, PT Perkebunan Mitra Ogan bekerja sama dengan kantor konsultan hukum milik Abunawar Basyeban untuk mengurus administrasi atau rekomendasi pembebasan lahan untuk dialihfungsikan menjadi hutan tetap atau perkebunan.
“Dari sini sudah terlihat adanya tindakan melawan ketetapan undang-undang dari kedua tersangka ini yaitu Abunawar Basyeban selaku konsultan Hukum serta Anjapri, SH selaku Mantan Dirut PT Perkebunan Mitra Ogan (BUMN),” ujarnya.
Tindakan melawan undang-undang yang dimaksud yaitu PT Perkebunan Mitra Ogan merupakan perusahaan BUMN.
Dimana semestinya tidak boleh dilakukan penunjukan langsung oleh pihak perusahaan untuk menunjuk konsultan hukum.
“Karena nilai alih fungsi lahan itu di atas Rp.500 juta, mestinya ada proses-proses misalnya lelang atau yang lain sebagainya. Tidak boleh main tunjuk saja. Tapi mereka malah langsung menunjuk kantor hukum Abunawar Basyeban untuk mengurus rekomendasi dari kepala daerah setempat terkait alih fungsi lahan itu. Jelas sekali bahwa hal tersebut melanggar aturan,” ujarnya.
Setelah mendapat rekomendasi kepala daerah dalam hal ini Muzakir yang saat itu menjabat bupati Muara Enim, PT Perkebunan Mitra Ogan kemudian mentransfer uang sebesar Rp.5,8 miliar kepada kantor hukum milik Abunawar Basyeban.
Namun disaat yang bersamaan, uang tersebut kemudian ditarik kembali dan ditukar dengan mata uang US dolar.
“Setelah ditukar dalam US dolar, itulah uang tersebut mayoritas dikirim kepada kepala daerah yang bersangkutan. Diduga kepala daerah saat itu menerima uang sekitar Rp.600 juta bila dijadikan rupiah,” ujarnya.
“Dari situ kita bisa tarik kesimpulan bahwa kepala daerahnya sudah menerima suap atau gratifikasi,” sambungnya menambahkan.
Sementara itu, satu tersangka lagi yakni Yan Satyananda yang merupakan mantan kabag Akutansi dan keuangan PT. Perkebunan Mitra Ogan, diduga ikut terlibat dalam mengelola aliran dana suap.
“Karena Yan itu merupakan kabag keuangan, tentu dia berperanan dalam mengelola aliran dana suap,” ujarnya.
Sumber: TribunSumsel.Com
Diskusi tentang inipost