Informasi Presiden Joko Widodo mencabut perizinan investasi minuman beralkohol beredar di media sosial. Informasi tersebut beredar di media sosial Facebook.
“Presiden Jokowi sudah mencabut perizinan investasi miras”.
Penelusuran
Menurut penelusuran merdeka.com, informasi tersebut adalah tidak benar. Dalam artikel detik.com berjudul “Jokowi Bolehkan Investasi Miras di Bali-NTT-Sulut-Papua” pada 27 Februari 2021, dijelaskan bahwa pengecualian investasi miras.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Di sini, diatur juga soal penanaman modal untuk minuman beralkohol.
Kemudian dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Penanam modal bisa berupa perseorangan atau badan usaha.
Semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, tapi ada yang dikecualikan. Berikut ketentuannya
Pasal 2
(1) Semua Bidang Usaha terbuka bagi kegiatan Penanaman Modal, kecuali Bidang Usaha:
a. yang dinyatakan tertutup untuk Penanaman Modal; atau
b. untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat
(2) Bidang Usaha yang dinyatakan tertutup untuk Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah Bidang Usaha yang tidak dapat diusahakan sebagaimana Bidang Usaha yang tercantum dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2OO7 tentang Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Lalu, soal minuman keras termuat dalam lampiran III Perpres soal daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Berikut daftar bidang usaha soal minuman beralkohol beserta syaratnya:
1. – Bidang usaha: industri minuman keras mengandung alkohol
– Persyaratan: a) Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. b) Penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
2. – Bidang usaha: industri minuman mengandung alkohol (anggur)
– Persyaratan: a) Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. b) Penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
3. – Bidang usaha: industri minuman mengandung malt
– Persyaratan: a) Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. b) Penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
4. – Bidang usaha: perdagangan eceran minuman keras atau alkohol
– Persyaratan: Jaringan distribusi dan tempatnya khusus.
5. – Bidang usaha: perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau alkohol
– Persyaratan: Jaringan distribusi dan tempatnya khusus.
Perpres ini ditetapkan pada 2 Februari oleh Jokowi dan diundangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Sementara itu, dilansir dari merdeka.com berjudul “Simalakama Investasi Minuman Beralkohol di Bali, NTT, Sulut dan Papua” pada 1 Maret 2021. Gubernur Bali Wayan Koster yang mengawali dengan pernyataan bahwa minuman arak Bali, brem Bali, dan tuak Bali menjadi usaha yang sah untuk diproduksi dan dikembangkan seiring dengan berlakunya Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Dikutip dari Antara, Senin (1/3), pada perpres sebelumnya yakni Perpres Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, sebagai penjabaran Pasal 12 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, menetapkan bahwa industri minuman beralkohol merupakan bidang usaha tertutup.
Namun, Perpres Nomor 10 Tahun 2021 merujuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang terdapat ketentuan yang mengubah Pasal 12 UU Penanaman Modal tersebut dengan menetapkan minuman beralkohol tidak merupakan bidang usaha tertutup penanaman modal.
Oleh karena itu, Perpres Nomor 10 Tahun 2021 itu menetapkan bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.
“Atas nama pemerintah dan krama (masyarakat) Bali, saya menyampaikan apresiasi dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Presiden Joko Widodo yang telah menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021,” kata Gubernur Koster dikutip pada 22 Februari 2021.
Perpres tersebut memperkuat keberadaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, bahkan Koster juga menyebut hal itu juga merupakan respons atas upaya Gubernur Bali melalui Surat Gubernur Bali Nomor 530/2520/Ind/Disdagperin, tertanggal 24 April 2019.
Dalam surat tersebut berisi permohonan fasilitasi revisi untuk pembinaan industri minuman beralkohol tradisional di Bali untuk meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan di Bali terkait Perpres Nomor 39 Tahun 2014.
“Terhadap permohonan Surat Gubernur Bali itu, Menteri Perindustrian RI melalui Dirjen Industri Agro merespons untuk memfasilitasi revisi Perpres Nomor 39 Tahun 2014 dan sambil menunggu perubahan perpres mengusulkan pengaturan dalam produk hukum daerah guna menata minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali,” kata Koster dikutip Antara.
Sambil menunggu perpres itulah, Pemerintah Provinsi Bali pada tanggal 29 Januari 2020 memberlakukan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
Daya Rusak Lebih Besar
Nada penolakan perpres itu justru datang dari aktivis asal Papua yang juga merupakan mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai meski Papua disebut dalam perpres itu bersama Bali, NTT, dan Sulut untuk peluang penanaman modal baru terkait dengan minuman beralkohol.
“Ada pejabat negara yang ngaku ‘Orang Asli Papua’ yang diduga usul Perpres Miras di Wilayah-wilayah Kristen. Apa motifnya? Saya sudah protes karena ragu dengan kapasitasnya sejak awal, apa Anda tidak mampu kerja dan menghadirkan investasi yang lebih bermartabat? Kasihan Jokowi Tertipu,” kata Natalius Pigai dalam akun twitternya, 27 Februari 2021.
Bahkan, beberapa catatan yang digulirkan oleh beberapa pihak yang menolak aturan ini, disebut-sebut bahwa miras adalah penyebab kematian utama di Papua.
Agaknya, penolakan itu tidak hanya karena pelegalan minuman beralkohol itu pada wilayah khusus, yakni Bali, NTT, Sulut, dan Papua. Namun, dikhawatirkan bisnisnya menyebar ke mana-mana yang bukan wilayah khusus itu karena bisnis itu berkembang dan sulit dibatasi.
“Tidak bisa atas nama kearifan lokal atau sudah lama ada maka dipertahankan (dilegalkan minuman keras) itu,” kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat M. Cholil Nafis di Jakarta (1-3-2021).
Cholil berpendapat bahwa pembukaan industri miras akan memberikan keuntungan kepada segelintir orang namun akan menimbulkan kerugian besar bagi masa depan rakyat.
“Saya pikir harus dicabut. Mungkin untungnya bagi investasi, iya, tetapi mudarat bagi investasi umat,” katanya.
Kesimpulan
Informasi Presiden Jokowi mencabut investasi miras adalah tidak benar. Presiden Jokowi sudah menekan Perpres tentang Investasi Miras. Tetap ada pengecualian dalam peraturan tersebut.
Jangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan, pastikan itu berasal dari sumber terpercaya, sehingga bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Sumber: Merdeka.com





















Diskusi tentang inipost