AMPAR.ID, Jambi – Lebih dari 50 tahun sudah, Awalludin (72) tinggal di rumah mengapung di atas permukaan Danau Sipin di Kelurahan Legok, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi. Pemandangan di sekeliling rumah apung atau rumah rakit berdinding papan itu tampak digenangi tumbuhan eceng gondok dan sampah.
Dengan harga tanah dan rumah di kawasan perkotaan yang padat terus meroket dan ketersediaan rumah yang semakin sedikit, rumah mengapung menjadi masuk akal bagi mereka yang memiliki kesulitan ekonomi untuk tetap bertahan hidup.
Rumah berkonstruksi kayu gelondongan dan drum sebagai pelampung, membuat rumah rakit tersebut mengapung dengan baik. Tidak heran ketika terjadi banjir selalu dapat mengikuti ketinggian air dengan bergerak secara vertikal.
“Ini telah lima kali membangun rumah apung karena kondisi bangunan yang telah tua. Pekerjaan sebagai nelayan, hanya bisa mencukupi untuk makan. Ditambah lagi sudah lanjut usia, tenaga tidak seperti dikala muda sehingga tidak mampu untuk membeli tanah,” kata Awalludin saat diwawancarai ampar.id pada Jum’at (23/9).
BACA JUGA:
Pemerintah kota Jambi sempat berencana merelokasi Awalludin sekeluarga ke rumah sewaan dan menanggung semua pembiayaan selama satu tahun, namun Awalludin dan istrinya menolak. Mereka mengatakan tidak siap secara ekonomi.
“Saya ada keinginan bisa tinggal di daratan meskipun di rumah sewaan. Tapi takut diusir jika tidak bisa bayar untuk tahun berikutnya, jadi kita memutuskan di sini dulu,” katanya.
Lurah Legok Zulkarnain mengatakan hanya rumah rakit Awalludin, satu-satunya yang ada di atas permukaan Danau Sipin dan menurutnya mengganggu aktivitas wisata.
“Satu tahun yang lalu, kami ada instruksi dari Walikota Jambi untuk merelokasi rumah Awalludin,” katanya saat ditemui di Kantor Kelurahan Legok pada Rabu (28/12).
(Meli/Jp)
Diskusi tentang inipost