AMPAR.ID – Monitoring Centre for Prevention (MCP) yang dilakukan oleh Tim Koordinasi Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Komisi Pemberantasan Korupsi di Kota Jambi, sepertinya berhasil memberikan warna baru dengan adanya suatu geliat birokrasi yang akan melakukan perubahan pada sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan wilayah perizinan. Upaya perubahan tersebut dilaksanakan bak orang latah yang tersentak dari suatu suana keasyikan tersendiri, hingga terkesan terjadi tindakan diskriminasi.
Dimana kebijakan yang dilakukan lebih tepatnya suatu tindakan yang terlahir dari kepanikan yang lahir dari rasa takut dan khawatir akan berhadapan dengan Hukum yang akan dilaksanakan oleh Lembaga Super Body tersebut. Keputusan Walikota tersebut terkesan tidak obyektif kepada substansi perbaikan pemerintahan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Satgas Korsupgah tersebut. Tidak diketahui secara pasti siapa konseptor dari kebijakan penertiban tersebut apakah hasil dari pemikiran oknum aktor dan aktris pencari panggung ataukah memang murni hasil dari kepanikan Walikota sendiri.
BACA JUGA:
Kebijakan yang diambil Walikota meruntuhkan bangunan reklame (bando) dengan sebutan “menebang” terkesan menjalankan suatu keputusan yang patut dinilai sebagai suatu keputusan yang bersifat diskriminasi birokrasi. Dimana Walikota Jambi hanya melihat kesalahan hanya berada pada pihak pelaku usaha, akan tetapi lupa membaca dan memperhatikan amanat konstitusional yang ditetapkan dengan Pasal 4 ayat (1) huruf (a) Peraturan Walikota nomor 24 tahun 2015 tentang Bangunan Reklame dengan amanat :” (1) Tempat reklame sebagaimana dimaksud pada pasal 3 huruf (a), terdiri atas : a. Pada sarana dan prasarana kota, meliputi : 1. Ruang milik jalan kecuali trotoar dan drainase; 2. Median jalan; 3. halte bus; 4. jembatan penyeberangan orang; 5. pos jaga polisi/pos pengawas; 6. tempat hiburan dan rekreasi; 7. gelanggang olah raga; 8. terminal; 9. pasar; 10. wc umum; 11. pelabuhan.
Tidak ada ketentuan yang bersifat spesifik dalam Perwal tersebut yang mengatur persyaratan untuk mendapatkan izin harus dilengkapi dengan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), Status Kinerja Pengelolaan Lingkungan (SKPL) dan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), bahkan ketentuan Pasal 11 Perwal dimaksud tidak memuat ketentuan sebagaimana yang dikeluhkan oleh pelaku usaha reklame yang menilai hanya merupakan penghambat dalam proses pengurusan perpanjangan perizinan.
Pemerintah Kota Jambi terkesan mengambil kebijakan yang tidak mendasar dan tidak obyektif dengan melimpahkan kesalahan hanya pada pihak pelaku usaha, akan tetapi lupa mempersoalkan kelalaian dalam penegakan Peraturan Daerah dan tidak mampu melakukan penagihan terhadap sumber – sumber Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD), suatu kebijakan yang termasuk pada diskriminasi birokrasi.
(red/ampar)
Diskusi tentang inipost