Fenomena pada pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jambi pada dua tahun terakhir terdapat hal yang kontradiktif dimana pada tahun 2022 terjadi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran sebesar Rp. 631,46 miliar dan pada tahun 2023 terjadi Defisit dengan nilai yang beraneka ragam mulai dari Rp. 449 sampai dengan Rp.500 Miliar dan terakhir diketahui perkiraan defisit tersebut yaitu sebesar Rp.524.772.006.421,00 (Lima Ratus Dua Puluh Empat Miliar Tujuh Ratus Tujuh Puluh Dua Juta Enam Ribu Empat Ratus Dua Puluh Satu Rupiah).
Suatu kejadian yang tidak terlepas dari peranan dan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dan kwalitas pemahaman dan kepatuhan dari Sekretaris Daerah, Badan Pengelolaan Keuangan Dan Pendapatan Daerah dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), selaku Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) beserta Pejabat Negara/Daerah lainnya yang ada di lingkungan Sekretariat Pemerintahan Daerah Provinsi Jambi terhadap kaidah atau norma dan fungsi serta Azaz Hukum Adminsitrasi Perencanaan, dalam melaksanakan tufoksinya sebagai pelayan masyarakat.
Ketidak mengertian terhadap amanat konstitusional yang mengatur secara tegas dan memiliki kekuatan hukum mengikat tentang Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yang setidak-tidaknya tercantum atau diatur di dalam 8 (Delapan) Undang-Undang beserta dengan sejumlah Ketetapan MPR (TAP MPR) yang berbeda seperti dan yurisprudensi dan doktrin.
Diantaranya adalah ketentuan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan batasan dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah dengan berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara yang sama persis dengan Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUB).
Disamping itu terdapat ketentuan sebagaimana pada Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang juga telah memberikan legitimasi yuridis kepada Pemerintah untuk menerapkan azaz-azaz tersebut sebagai alat utama atau sebagai barometer bagi Pemerintah dalam menentukan atau menetapkan suatu kebijakan demi tujuan negara.
Secara eksplisit AUPB dapat ditemukan dalam 12 (dua belas) pasal pada Undang-Undang tersebut (30/2014) yaitu Pasal 1, 5, 7, 8, 9, 10, 24, 31, 39, 52, 66, dan Pasal 87 yang mengatur dan menata tentang bagaimana Pemerintah berbuat dan bertindak atas nama dan untuk serta demi kepentingan negara. Dengan mengacu pada fiksi hukum tidak ada alasan kabinet rezim Jambi Mantap tidak mengerti AUPB.
Beserta dengan disyahkan dan diundangkannya Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara merupakan sebagian dari kekuatan hukum mengikat yang menambah kokohnya barisan azaz fundamentalis bagi Pemerintah tersebut (AUPB) agar didapat suatu tatanan pemerintahan yang bersih dan berwibawah (Clean and Good Governance), bukan aparat yang sekedar mencari legitimasi status sosial sebagai sosok individu terhormat.
Dengan pemahaman yang tidak mengandung Cacat Logika dan Cacat Nalar serta tanpa Sesat Pikiran terhadap azaz fundamental bagi pemerintah tersebut akan didapat suatu kebijakan publik (Publict Policy) yang memiliki dan akan memberikan kepastian hukum serta dapat dipertanggungjawabkan terhadap masyarakat, diri sendiri dan terutama dapat di hadapan Tuhan yang Maha Esa.
Sejumlah fakta menunjukan hal yang disinyalir karena ketidak mengertian dari Organisasi Perangkat Daerah rezim Jambi Mantap akan nilai-nilai luhur AUPB, menjadi penyebab utama terjadinya defisit antara lain fakta menyangkut tentang rincian defisit pendapatan yang mencapai nilai nominal sebesar Rp.324.659.664.720,00 (Tiga Ratus Dua Puluh Empat Miliar Enam Ratus Lima Puluh Sembilan Juta Enam Ratus Enam Puluh Empat Ribu Tujuh Ratus Dua Puluh Rupiah) atau setara dengan 61,86% (Enam Puluh Satu koma Delapan Puluh Enam persen) dari total nilai defisit dimaksud. Suatu angka yang menunjukan bahwa kabinet Jambi mantap disinyalir hanya mampu berangan-angan tanpa mampu berbuat.
Merupakan suatu sinyalement dari ketidakmampuan Bakeuda selaku pintu masuk pendapatan daerah dalam mengimplementasikan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah seperti Pajak Air Permukaan (PAP) terutama menyangkut tentang angka satuan produksi PDAM per menit per Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) atau Water Treatment Plant (WTP) di Provinsi Jambi yang belum mampu divalidasi guna untuk mendapatkan nilai Pendapatan Asli Daerah real yang menjadi hak bagi Pemerintah Provinsi Jambi, guna untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan/atau membiayai pembangunan di daerah sendiri.
Hal tersebut disinyalir ditambah dengan Persoalan Pajak Alat Berat yang belum oftimal menjadi Pendapatan Asli Daerah yang salah satunya berasal dari maraknya kegiatan usaha pertambangan Batubara yang berdasarkan catatan dari salah satu lembaga negara yang berkompeten yang mendeteksi bahwa tahun 2016 yang lalu terdapat sebanyak 398 (Tiga Ratus Sembilan Puluh Delapan) Izin Usaha Pertambangan/Kuasa Pertambangan (IUP/KP) Batubara yang tersebar diberbagai daerah dalam wilayah otonomi daerah Provinsi Jambi.
Catatan lembaga tersebut juga memuat keterangan bahwa terdapat 127 IUP/KP berada diatas lahan seluas 307.l98,80 (Tiga Ratus Tujuh Ribu Seratus Sembilan Puluh Delapan koma Delapan Hektar), dimana per 31 Desember 2016 yang lalu telah berakhir massa berlakunya. Suatu sinyalemen yang menunjukan bahwa dalam hal mendapatkan PAD Bakeuda terkesan hanya memiliki kemampuan menerapkan konsep Pemutihan yang seakan-akan merupakan satu-satunya formula utama unggulan untuk mendapatkan insentif upah tunggu (menunggu) kedatangan kewajiban para wajib pajak.
Indikator yang menunjukan ketidak mengertian akan AUPB ditunjukan dengan indikasi overloadnya tenaga honorer pada tahun 2022 yang mencapai angka 7.922 orang yang hampir mendekati jumlah Jumlah Aparatur Sipil Negara Provinsi Jambi yang pada tahun 2020 yang lalu tercatat sebanyak 11.437 orang, atau setara dengan 69,26% (Enam Puluh Sembilan koma Dua Puluh Enam Persen) lebih dari akumulasi ASN/PNS pada tahun dimaksud.
Tenaga Honor yang tersebar pada sejumlah OPD dengan gaji sebesar Rp. 1.500.000,00 (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) per tenaga honorer per bulan dan/atau setara dengan nilai nominal sebesar Rp. 11.883.000.000,00 (Sebelas Miliar Delapan Ratus Delapan Puluh Tiga Juta Rupiah) perbulan atau sama dengan Rp. 142.596.000.000 (Seratus Empat Puluh Dua Miliar Lima Ratus Sembilan Puluh Enam Juta Rupiah).
Beban berat APBD tersebut berbanding terbalik dengan kemampuan perangkat daerah dalam mendapatkan Pendapatan Asli Daerah sebagaimana penilaian terhadap Bakeuda diatas dan persoalan tersebut akan semakin parah dengan keputusan Komisi Akreditasi Nasional yang membekukan Laboratorium milik Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi dengan nomor Akreditasi LP-413-IDN terhitung sejak 27 Julu 2023. Walaupun tidak begitu signifikan akan tetapi pembekuan tersebut tetap berpengaruh terhadap indikator dan akumulasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ketidak mengertian akan norma atau kaidah hukum beserta dengan AUPB ditunjukan dengan sikap pura-pura tidak mengerti atau memang dengan sengaja tidak peduli akan ketentuan hukum yang berlaku setidak-tidaknya tidak mengerti defenisi daripada kata “dibekukan” hingga sejumlah oknum tetap melakukan aktivitas Laboratorium dimaksud dengan modus operandi berkedok melakukan uji baku mutu terhadap limbah sejumlah kegiatan usaha yang berapliasi dengan persoalan lingkungan hidup yang terdapat di lingkungan Pemerintahan Daerah Kabupaten Muaro Jambi.
Secara normatif dibekukan berarti tidak dapat melakukan aktivitas sebagaimana mestinya dan/atau kegiatan dimaksud dilakukan dengan maksud untuk dengan sengaja melakukan kegiatan illegal atau terindikasi melakukan pungutan liar (Pungli) dan/atau setidak-tidaknya membebani pihak investor terhadap hasil pemeriksaan laboratorium yang tidak memiliki dan memberikan kepastian hukum yang dilakukan dengan cara memanfaatkan ketidak tahuan masyarakat akan keputusan Komisi Akreditasi Nasional dimaksud.
Pernyataan tetap dilakukan aktivitas dengan alasan sebagai salah satu sumber PAD adalah suatu bentuk pernyataan yang terlahir dari cacat logika dan cacat nalar serta sesat pikiran atau merupakan suatu sikap kesengajaan menyalahgunakan wewenang dan jabatan dan/atau bentuk nyata dari ketidak mengertian aturan serta tidak mengerti tidak ada alasan Diskresi, dalam konteks mendapatkan PAD, justru hal itu menunjukan adanya suatu pemikiran untuk berdalih demi PAD Pemerintah Daerah Provinsi Jambi menghalalkan segala cara.
Atau setidak-tidaknya kegiatan tersebut disinyalir hanya menjadi salah satu penyebab dari kebocoran Keuangan Daerah dari Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang tidak akan memberikan feedback ataupun kontribusi apa-apa bagi Pendapatan Asli Daerah atau hanya menjadi “Pendapatan Aku Dewe” atau setidak-tidaknya hanya memanfaatkan kesempatan yang melekat pada kedudukan dan jabatan untuk memanfaatkan Keuangan Negara/Daerah secara tidak bertanggungjawab.
Sejumlah masalah yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) berat bagi Al Haris selaku Gubernur Jambi pada rezim Jambi Mantap bukan bagaimana mengimplementasikan Janji Politik dan mencari alasan untuk menutupi sebuah kegagalan dan bukan pula sebatas gonta-ganti jabatan akan tetapi bagaimana mampu membuat para kabinetnya memiliki kemampuan dalam membuat sesuatu kebijakan yang memberikan kepastian hukum terutama tentang Anggaran serta memiliki rasa sadar diri bahwa mereka hidup dan berkerja serta berbakti atau mengabdi dinegara yang menganut paham negara hukum (Rechtstaat).
(min/min)
Diskusi tentang inipost