AMPAR.ID – RANGGALAWE atau Ronggolawe adalah putra dari Arya Wiraraja, Bupati Songeneb atau Sumenep di Pulau Madura. Ranggalawe dan ayahnya datang membantu Raden Wijaya yang sedang membuka hutan di dekat Sungai Brantas pada 1292. Hutan inilah yang nantinya menjadi lokasi berdirinya Kerajaan Majapahit.
Nama Rangga Lawe merupakan pemberian Raden Wijaya berkaitan dengan penyediaan 27 ekor kuda dari Sumbawa sebagai kendaraan perang Raden Wijaya dan para pengikutnya dalam perang melawan Jayakatwang raja Kadiri.
Bisa juga mempunyai arti rangga berarti kuda dan Lawe merupakan sinonim dari wenang, yang berarti “benang” atau dapat juga bermakna “kekuasaan” atau kemenangan. Ranggalawe kemudian diberi kekuasaan oleh Raden Wijaya untuk memimpin pembukaan hutan tersebut.
Penyerangan terhadap ibu kota Kadiri oleh gabungan pasukan Majapahit dan Mongol terjadi pada tahun 1293. Ranggalawe berada dalam pasukan yang menggempur benteng timur kota Kadiri. ia berhasil menewaskan pemimpin benteng tersebut yang bernama Sagara Winotan.
Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit. Dalam Kidung Ranggalawe, atas jasa-jasanya dalam perjuangan, Ranggalawe diangkat sebagai bupati Tuban yang merupakan pelabuhan utama Jawa Timur saat itu.
Namun, Ranggalawe tidak puas karena merasa ia seharusnya mendapatkan posisi yang lebih tinggi. Ranggalawe semakin kesal setelah Nambi diangkat sebagai rakryan patih, jabatan paling tinggi dalam struktur pemerintahan kerajaan di bawah raja.
Posisi rakryan patih seharusnya diserahkan kepada Lembu Sora yang dinilainya jauh lebih berjasa daripada Nambi. Lembu Sora, yang merupakan paman Ranggalawe, ternyata tidak sepakat demi mematuhi perintah raja. Lembu Sora kemudian menasihati Ranggalawe agar memohon maaf kepada raja. Namun, Ranggalawe enggan dan memilih pulang ke Tuban.
Pararaton menyebut pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1295, namun dikisahkan sesudah kematian Raden Wijaya. Pemberontakan tersebut bersamaan dengan Jayanagara naik takhta.
Dalam Nagarakretagama, Raden Wijaya meninggal dunia, digantikan kedudukannya oleh Jayanagara terjadi pada tahun 1309.
Namun Nagarakretagama juga mengisahkan bahwa pada tahun 1295 Jayanagara diangkat sebagai yuwaraja atau “raja muda” di istana Daha.
Di Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe dengan jelas menceritakan bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada masa pemerintahan Raden Wijaya, bukan Jayanagara.
Slamet Mulyana dalam Tafsir Sejarah Nagarakartagama (2006), mengutip Kidung Ranggalawe, menuliskan bahwa peperangan dalam pemberontakan Ranggalawe terjadi di sekitar Sungai Tambak Beras, Jombang.
Atas perintah Raden Wijaya, Nambi ditemani Kebo Anabrang dan Lembu Sora memimpin pasukan Majapahit menuju Tuban untuk menghukum Ranggalawe.
Di Tuban, Ranggalawe yang mengetahui bahwa ada pasukan yang dikirim untuk menyerangnya, ia segera mempersiapkan diri. Ia kemudian membawa pasukannya untuk menghadang rombongan Nambi di Sungai Tambak Beras.
Terjadilah peperangan sengit. Ranggalawe berhasil menikam kuda yang ditunggangi Nambi, namun Nambi masih selamat.
Kebo Anabrang, panglima perang Majapahit mengambil-alih pimpinan perang pasukan Majapahit. Ia memerintahkan pasukannya untuk mengepung pasukan Ranggalawe dari tiga penjuru arah mata angin: timur, barat, dan utara. Taktik tersebut belum mampu mengungguli pasukan Ranggalawe.
Kebo Anabrang memacu kudanya namun dikejar oleh Ranggalawe. Namun, dalam pengejaran itu, kuda Ranggalawe terjatuh dan tercebur ke Sungai Tambak Beras.
Melihat Ranggalawe jatuh di sungai, Kebo Anabrang bergegas turun dari kudanya dan menghampiri lawannya itu. Pertarungan satu lawan satu pun tak terelakkan terjadi di Sungai Tambak Beras. Dalam suatu kesempatan, Kebo Anabrang yang lebih piawai bertarung di derasnya arus sungai mampu mencekik leher Ranggalawe
Ranggalawe sekarat dan akhirnya mengembuskan napas terakhir. Lembu Sora yang melihat kejadian itu tidak mampu mengendalikan diri. Lembu Sora memang berada di kubu Majapahit, tapi Ranggalawe adalah keponakan tercintanya.
Lembu Sora menikam Kebo Anabrang sampai mati. Kebo Anabrang dan Ranggalawe sama-sama tewas di Sungai Tambak Beras yang banjir darah akibat duel dua ksatria tersebut.
Jenazah Adipati Ranggalawe dan Kebo Anabrang disucikan, dibakar, kemudian abunya dibuang ke laut.
Sumber: Okezone
Diskusi tentang inipost