AMPAR.ID, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang mendengar keterangan DPR dan Presiden untuk Perkara Nomor 164/PUU-XXIII/2025, serta Pemberi Keterangan Kementerian Tenaga Kerja pengujian materiil uji materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) pada Rabu (22/10/2025) pukul 13.30 WIB.
Perkara ini teregistrasi dengan Perkara Nomor 164/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh Lukas Saleo, Warjito dan Haeruddin Fallah serta 5 (lima) rekan sesama para pensiunan diperusahaan swasta.
Para Pemohon menegaskan bahwa hak konstitusional Para Pemohon dirugikan akibat berlakunya Pasal 4 ayat (2) PMK 7/2025. Aturan tersebut dinilai menghalangi Para Pemohon untuk memperoleh manfaat pensiun swasta secara sekaligus (lump sum), padahal dana tersebut penting untuk menjamin kehidupan yang layak setelah pensiun.
Pemohon I–VI dan Pemohon VIII yang masih bekerja merasa berpotensi dirugikan karena tidak bisa mengambil manfaat pensiun secara lump sum saat pensiun nanti. Sementara itu, Pemohon VII yang telah pensiun sejak 1 Desember 2024 sudah benar-benar dirugikan karena tidak menerima hak pensiun lump sum hingga saat ini.
Lebih lanjut, Para Pemohon menjelaskan bahwa sistem pensiun di Indonesia terbagi menjadi dua: jaminan pensiun publik yang bersifat wajib (mandatory) seperti BPJAMSOSTEK, ASABRI, dan TASPEN, serta dana pensiun swasta yang bersifat pelengkap (complement) dan keikutsertaannya sukarela. Menurut Para Pemohon, kedua jenis program ini tidak bisa disamakan karena dana pensiun swasta dikelola oleh pemberi kerja atau lembaga keuangan swasta.
Dana pensiun swasta yang dimiliki Para Pemohon bersumber dari kompensasi hubungan kerja, sehingga secara lahiriah merupakan hak milik pribadi yang tidak boleh dikurangi oleh negara. Namun, keberlakuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 (UU P2SK) justru mewajibkan manfaat pensiun dibayarkan secara berkala, membatasi pembayaran lump sum maksimal 20 persen, dan memberi kewenangan kepada OJK menentukan syarat tertentu.
Frasa “harus dilakukan secara berkala” dalam Pasal 161 ayat (2), Pasal 164 ayat (1) huruf d, dan Pasal 164 ayat (2) UU P2SK dianggap bertentangan dengan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang menjamin hak milik pribadi, Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 tentang hak mengembangkan diri, serta Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 tentang hak atas penghidupan yang layak. Menurut Para Pemohon, negara tidak berwenang membatasi penggunaan dana pensiun swasta yang sifatnya sukarela, sebab dana tersebut bukan bagian dari keuangan negara.
Para Pemohon juga menekankan bahwa kepesertaan Para Pemohon dalam jaminan pensiun wajib yang diselenggarakan BPJAMSOSTEK sudah cukup untuk menjamin kelangsungan hidup setelah pensiun. Oleh karena itu, manfaat pensiun tambahan dari program swasta seharusnya menjadi hak penuh peserta untuk menentukan cara pencairannya, apakah sekaligus atau berkala. Pembatasan yang dilakukan negara justru menghambat upaya pengembangan diri dan pemenuhan kebutuhan dasar Para Pemohon.
Berdasarkan alasan tersebut, Para Pemohon memohon agar MK menyatakan frasa dalam Pasal 161 ayat (2), Pasal 164 ayat (1) huruf d, dan Pasal 164 ayat (2) UU P2SK bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa pembayaran manfaat pensiun swasta dapat dilakukan secara berkala maupun sekaligus sesuai pilihan peserta.
Pada sidang Pendahuluan (24/09) lalu, MK menyarankan para Pemohon untuk memperkuat argumentasi hukum dengan merujuk pada putusan-putusan MK yang telah ada. Hal ini dinilai penting agar permohonan mereka lebih meyakinkan di hadapan Majelis Hakim, mengingat norma yang diajukan sebelumnya pernah diuji di MK.
Adapun pada sidang sebelumnya, agenda sidang Perbaikan (07/10), Para Pemohon menegaskan bahwa meskipun sama-sama menggunakan istilah “pensiun”, program Jaminan Pensiun yang bersifat wajib (mandatory) berbeda dengan program Dana Pensiun Pelengkap yang bersifat sukarela (complementary). Oleh karena itu, keduanya tidak dapat disamakan dan harus diperlakukan secara berbeda, sebagaimana telah dijelaskan dalam tabel perbandingan yang disertakan.
Diskusi tentang inipost