AMPAR.ID – Ketua HMI cabang Jambi menyayangkan tindakan brutal kepolisian dalam membubarkan aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law di Jambi Selasa kemarin 20 Oktober 2020.
Aksi tersebut tidak berjalan mulus, aparat dan demonstram terlibat bentrok. Sejumlah mahasiswa, pelajar yang diduga anarkasi diamankan. Bahkan satu kendaraan bermotor milik aparat di bakar massa.
Terkait hal itu, HMI menilai Aparat kepolisian mengutamakan penggunaan kekuatan berlebihan dalam membubarkan massa.
“Peristiwa kekerasan dan penggunaan kekuatan berlebihan kepolisian terhadap aksi protes menolak UU Cipta Kerja adalah repetisi atas pola-pola brutalitas kepolisian pada peristiwa tersebut. Ini adalah sebuah kemunduran”, Ujar Arbitya Aprilianif Surahman, ketua Hmi Cabang Jambi
Menurutnya, undang-undang maupun peraturan internal Polri, tercantum dengan tegas bahwa anggota Korps Bhayangkara harus menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Saat menindak pelanggar hukum, polisi juga harus menghormati prinsip praduga tak bersalah.Â
“Tapi kenapa banyak tembakan dan pembubaran massa yang tidak sesuai dengan SOP. Al hasil banyak yg menjadi korban penembakan termasuk perempuan yang di jait di bagian kepala”, tambahnya
“Aktivis yang ditangkap kita belum tau berapa jumlahnya, banyak teman teman sy yg di tangkap bukan dari orang yg memprovokasi, aksi salah tangkap ini sanggat kami kecam dalam tindakan demonstrasi, saya menunggu klarifikasi ini dari kapolda jambi”, Jelas Candra
Ditegaskan nya, Ini adalah bentuk kemunduran demokrasi, “kami minta dalam 1×24 jam seluruh mahasiswa di lepas dan mereka tidak bersalah, tersebar di sebuah vidio apa yg di lakukan aparat kepolisan terhadap mahasiswa tidak sesuai pri kemanusian, mereka adalah masa aksi yg menyampaikan aspirasi dan bukan penjahat, kenapa di berlalukan seprti orang yg bersalah, saya menutut kepada kapolri untuk mengevaluasi kinerja kapolda jambi dan jajaran.” tutupnya.(*)
Diskusi tentang inipost