AMPAR.ID – Pelaksanaan demokrasi mahasiswa di Universitas Jambi (UNJA), benar-benar menjadi ujian. Meski masih di tahap belajar dan skala kampus, nyatanya ada intervensi kekuasaan yang mengebiri kebebasan berdemokrasi di tingkat mahasiswa.
Hal ini Disampaikan Ketua Majelis Aspirasi Mahasiswa KBM UNJA Nanda Herlambang didampingi Yasir Hasbi PLT Gubernur BEM Fakultas Hukum, Iglesias Panjaitan Tim Ahli perumus revisi konstitusi mahasiswa Universitas Jambi, pada kamis (20/8) di Telanaipura Kota Jambi.
Menurutnya, tanggal 12 Juni 2020, telah tercatat sejarah kelam demokrasi mahasiswa UNJA karena adanya intervensi oleh pihak birokrasi kampus.
Pada Jumat 12 Juni 2020 KPU telah dibentuk tanpa menggunakan landasan konsitusi mahasiswa UNJA yang telah disahkan.
Dijelaskan Nanda, sebenarnya massa UNJA di bawah kepempinan Rektor Prof Johni Najwan, sudah ada langkah baik dari pihak kampus.
Dalam waktu itu, Prof Johni telah berinisiatif mengumpulkan semua badan pimpinan lembaga kampus untuk menuntaskan revisi UU atau konstitusi mahasiswa.
“Alhamdulillah beliau mempunyai inisiatif yang baik untuk seluruh lembaga perwakilan MAM untuk menyelesaikan masalah revisi UU konstitusi mahasiswa Universitas Jambi di tanggal 28 September 2019. Alhamdulillah pelaksanaan revisi UU telah dilakukan,” katanya.
Lalu, lanjutnya, tanggal 1 Oktober 2019 Wakil Rektor 3 Universitas Jambi dan Kepala Biro kemahasiswaan pernyataan pernyataan jika pelaksanaan Pemilihan Umum Raya (PEMIRA) diundur bulan Februari 2020, disebabkan tutup buku penganggaran di Universitas Jambi.
“Tanggal 18 Desember 2019 MAM melakukan rapat untuk pembahasan pesanan panitia seleksi (Pansel), tetapi akan digagalkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab karena keinginannya tidak tercapai,” ungkapnya.
Lalu, pada tanggal 2 Februari 2020 MAM kembali melakukan rapat untuk membentuk Pansel KPU dan Bawaslu.
“Lagi-lagi pihak penguasa menggagalkan proses pemesanan,” ujarnya.
“Nah, pada jum’at (12/6) yang lalu, telah dibentuk KPU tanpa menggunakan landasan konsitusi mahasiswa UNJA yang telah disahkan,”terangnya.
Nanda menambahkan dugaan dengan pembahasannya, PEMIRA merupakan salah satu upaya pembungkaman birokrasi terhadap mahasiswa yang terkait dengan polemik UKT Anggaran 3,76 Miliar untuk Kuota bagi 25.000 Mahasiswa UNJA yang terdampak dan Penggabungan Fakultas yang sekarang melanda universitas Jambi.
Inilah kondisi yang menurut dia telah mengebiri demokrasi di tingkat mahasiswa.
Hingga Terkubur isu, dan tidak ada toleransi dari pihak kampus, sudah digelar 3 kali mediasi namun tidak ada hasil.(dr)
Diskusi tentang inipost