AMPAR.ID – Apapun bentuk dan ruang lingkup tentang kemanfaatan baik itu kemanfaatan hukum maupun kemanfaatan PLN merupakan instrument dan sekaligus merupakan implementasi dari bentuk campur tangan Pemerintah yang bersentuhan langsung terhadap hajat hidup orang banyak, sebagai pengejawantahanan tujuan negara.
Kemanfaatan hukum bersifat mengikat agar terwujud kemanfaatan dari kehadiran Perusahaan Listrik Negara (PLN), bagi masyarakat bangsa dan negara sebagaimana maksud dan tujuan didirikannya Badan Usaha Milik Negara tersebut.
Pada persoalan yang dialami oleh salah seorang warga Kota Jambi sebagaimana yang dilansir oleh Aksi Post pada beberapa edisi dalam Minggu ini (Januari-2024) adalah persoalan konplik social yang menuntut tindakan hukum sebagaimana kemanfaatan hukum sesuai dengan tujuan dan fungsi hukum.
Kejadian tersebut merupakan suatu gambaran bahwa oknum pemangku jabatan Kepala Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) PT. PLN (Persero) Jambi yang merupakan jabatan strategis pada Badan Usaha Milik Negara dimaksud tidak mengindahkan azaz dan norma ataupun kaidah hukum yang berlaku menyangkut tentang tenaga Ketenagalistrikan.
Berdasarkan beberapa fakta hukum yang ditemukan patut diduga kuat untuk diyakini bahwa oknum yang bertanda tangan diatas surat Nomor:0041/AGA.01.01/F11020000/2024 tertanggal 11 Januari 2024 yang ditujukan kepada salah seorang Ketua RT di Kelurahan Sungai Puteri Kota Jambi menunjukan sang penandatangan surat tersebut adalah seorang pejabat luar biasa yang punya nyali teramat sangat besar.
Berdasarkan fiksi hukum dan norma ataupun kaidah hukum pembuktian serta dengan prinsip pemidanaan fakta hukum dimaksud menunjukan bahwa oknum yang bersangkutan telah dengan sengaja melakukan suatu perbuatan melawan hukum, dengan cara menyalahgunakan wewenang dan jabatan ataupun menyalahgunakan maksud dan tujuan diberikannya jabatan tersebut (detournement de pouvoir).
Penilaian tersebut ditetapak dengan merujuk pada azaz dan norma atau kaidah hukum terutama dengan merujuk pada ketentuan pasal 184 ayat (1) KUHAP maka dapat dinyatakan bahwa baik sebagian maupun secara keseluruhan fakta hukum terkait dengan obyek pada isi surat resmi yang berlogokan dan menggunakan stemple PLN tersebut adalah alat bukti.
Sesuatu barang dan/atau benda yang dapat dipergunakan untuk melakukan pembuktian adanya perbuatan melawan hukum baik dengan substansi yang telah dilakukan dengan sengaja baik dalam ranah hukum Pidana Khusus maupun Pidana Umum.
Kiranya sama sekali tidak ada alasan pembenaran dan alasan pemaaf yang dapat dijadikan dalil oleh yang bersangkutan dalam perbuatan sebagaimana pada fakta hukum yang dimaksud. Terlepas dari fiksi hukum dan secara sederhananya mustahil dan tidak dapat diterima akal sehat pejabat PLN tidak mengerti atau memahami ketentuan Pasal 1 angka (14), Pasal 30 ayat (5), Pasal 32 ayat (2). Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Tenaga Kelistrikan.
Nilai nominal sebesar Rp. 39.627.698 (Tiga Puluh Sembilan Juuta Enam Ratus Dua Puluh Sembilan Ribu Enam Ratus Sembilan Puluh Delapan Rupiah yang dibebankan kepada pihak masyarakat tersebut terindikasi merupakan suatu perbuatan yang termasuk pada kategori Tindak Pidana Percobaan sebagaimana yang diatur dengan ketentuan Pasal 53 KUHP, itu jika dilihat dari perspektif Pidana Umum.
Mengingat yang bersangkutan adalah pemangku jabatan strategis pada Badan Usaha Milik Negara maka patut diduga merupakan perbuatan yang termasuk pada ranah Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diatur dengan ketentuan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mengingat persoalan ini bukanlah merupakan delik aduan maka sebagai pelaku social control kami atas nama masyarakat dan seluruh rakyat Indonesia meminta pihak Aparat Penegak Hukum dalam hal ini pihak Kepolisian Daerah Jambi melakukan proses hukum.
Dalam konteks persoalan tersebut diatas saya menghimbau kepada masyarakat yang merasa dirugikan kiranya dapat menempuh jalur hukum terkati penggunaan atas tanah hak milik yang telah digunakan selama 7 (Tujuh) tahun tersebut, agar pemenuhan hak masyarakat atas tanah tersebut sebagaimana konsep Keperdataan dapat terwujud.
Ataukah telah terjadi Tindak Pidana Penyerobotan sebagaimana ketentuan Pasal 385 KUHP, agar persoalan tersebut benar-benar mendapatkan kejelasan dan kepastian hukum sebagaimana mestinya dan agar benar-benar terwujud kemanfaatan hukum beserta dengan kemanfaatan PLN bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara.
(nda/min)
Diskusi tentang inipost