AMPAR.ID, JAMBI – Kampus yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi mahasiswa belajar dan memberikan kontribusinya di dunia akademis justru menjadi salah satu tempat paling mengerikan maraknya aksi kekerasan seksual.
Novita Sari dari komunitas Beranda Perempuan, membeberkan adanya kasus kekerasan pelecehan seksual disalah satu kampus swasta di di Kota Jambi, Provinsi Jambi.
“Pertama baru-baru akhir ini, kemarin hari Sabtu tanggal 3 september ada laporan ke kita. Pelecehan seksual secara fisik, meremas payudara dan meremas bagian-bagian lain dirumah si korban, sebut saja si korban dengan inisial A,” ujar Novita, Rabu (14/9) kemarin.
BACA JUGA: Rumah Wartawan Dibobol Maling, Uang Puluhan Juta Raib
Lanjutnya pelaku dan A, satu perguruan tinggi antara senior dan junior, pelaku mengelabui korban dengan alasan membuat tugas organisasi bersama-sama.
“Pihak kampus sudah mengetahui kasus ini tetapi tidak ada tindak lanjut. Pelaku awalnya mengira A setuju dengan perlakuannya ternyata tidak. Namun, pelaku mengakui kesalahan dan meminta maaf”, terang Novita.
Kemudian masih dengan kekerasan pelecehan seksual dengan masih di kampus yang sama. Novita menceritakan kasus kedua yang ditangani nya, sebut saja korban B.
“Dia baru pacaran selama 3 bulan terus diancam atau toksik, kalau kemana-mana harus melapor. B ini kan tidak nyaman, kalau misalnya putus diancam dengan si pelaku dengan alasan masih keluarga kepolisian dan ancam diambil keperawanan serta sudah dua kali percobaan pemerkosaan”, ungkap Novita.
Disisi lain, Novita dalam 6 bulan belakangan telah menangani sebanyak 13 kasus anak.
“Ada yang mengadu dan ada kita yang jemput bola. 13 anak yang kita tangani seperti kasus anak-anak sodomi, korban KDRT, pelecehan seksual guru ngaji, dan perdagangan anak”, sebutnya.
Menurut Novita, permasalahan pelecehan kekerasan seksual ini adalah masalah yang sulit dan semua pihak harus bekerjasama dalam kasus tersebut.
“Jangan sampai mereka yang korban jadi pelaku, itu sudah banyak terjadi. Proteksi diri sendiri yang paling penting, pemahaman gender dan kasus pelecehan seksual harus ditanam sejak dini”, tutup Novita.
(red/ampar)
Diskusi tentang inipost