Oleh: Musri Nauli
AMPAR.ID – Setelah membahas “Koempoelan Oendang-oendang Adat Lembaga Kota Benkoelen” yang kemudian dikenal “Undang-undang adat” kemudian berlaku di “Sembilan onderafdeeling” dan “Oendang-oendang SImboer Tjahaja” yang berlaku di Palembang maka kemudian mengenal peraturan yang diterapkan di Jambi.
Menurut dokumen “Maleische Tekst”, ditemukan “Oendang-oendang Djambi” yang disebutkan oleh A.L.van Hasselt didalam karyanya yang terkenal “Folklore of Central Sumatera. Selanjutnya disebut “Undang-undang Jambi”.
Didalam pembukaan “Oendang-oendang” terdapat kodifikasi hukum yang berlaku di Jambi.
Dokumen ini disusun Ki Demang Setia Diguna Dja’far atas perintah Sultan Ratu Ahmad pada tanggal 30 Juli 1866. Dua tahun kemudian, ada penambahan Catatan.
“Oendang-oendang Jambi” disebutkan sebagai ekspresi murni kesadaran hukum Melayu. Tidak ada sama sekali pengaruh Eropa.
Kekaguman terhadap “oendang-oendang” disebutkan sebagai “Fenomena langka”. Terutama di abad ketika dokumen ini ditemukan oleh masyarakat Eropa.
Sehingga banyak sekali materi yang terkandung didalamnya tidak sesuai dengan pemikiran orang Eropa dan tidak logis.
Disisi lain, banyak sekali sumber-sumber hukum yang dikenal di Palembang. Namun disisi lain, banyak sekali dipengaruhi Hukum Minangkabau.
Selain itu adanya pengaruh dari sumber-sumber Jawa Kuno. Sehingga Dokumen ini memang layak untuk dibaca dari berbagai sudut.
Aksara arab dengan dialek Melayu Jambi. Biasa dikenal sebagai Arab Melayu. Ada juga menyebutkan sebagai arab gundul.
Apabila kita telaah lebih jauh, melihat dokumen yang disusun oleh Ki Demang Setia Diguna maka dapat dilihat didalam buku Elsbeth Locher-Scholten.
Menurutnya, Oendang-oendang Jambi dipublikasikan oleh L.W.C van Berg. Sedangkan penulisan “oendang-oendang” pada masa Sultan Ahmad Zainuddin (1858 – 18818).
Naskah ini diketahui bangsa Eropa ketika disebutkan oleh Mr. A L. Hasselt didalam bukunya “Volksbeschrijving van Midden-Sumatra.
L.W.C van Berg juga mempublikaskan “Simbur Cahaya”.
Ciri khas dari “oendang-oendang Djambi” selain keunikan dan khas yang berbeda dengan karakter UU Simbur Cahaya. Selain materi yang diatur didalamnya sekaligus juga sanksi adat.
Oendang-oendang Djambi menjadi tiga bagian. Pertama bagian tentang hukum Adat. Kedua tentang hukum syarak dan hukum adat. Ketiga mengatur tentang hubungan antara ternak dan pemiliknya serta pengaturan sawah.
Ditengah masyarakat Melayu Jambi dikenal dengan Undang-undang Induk 8 Anak 12. Hukum yang masih dipraktekkan hingga sekarang.
Diskusi tentang inipost